Informasi Lainnya

Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kerajaan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) . Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil menaklukkan Pasai, dan sejak saat itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan Aceh ini merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya.

nya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
1.2. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang sejarah kerajaan Aceh Darussalam !


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Asal Mula Kerajaan Aceh
            Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang kapan asal mula muncul istilah kerajaan Aceh Darussalam. Anas Machmud, seperti dinukilkan Badri Yatim, berpendapat bahwa kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dia yang membangun kota Darussalam. Menurutnya, pada masa pemerintahanMuzaffar Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Protugis (1511 M).
            Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis tersebut, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke Utara melalui selat Karimataterus ke Malaka, pindah melalui selat Sunda dan menyusur pantai BaratSumatera, terus ke Aceh. Berbeda pendapat dengan Anas Machmud, H.J. de Graaf mengatakan kerajaan Aceh Darussalam merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu kerajaan Lamuri dan Atjeh Darul Kamal, sedang Sultannya Ali Mughayat Syah. Ali Mughayat Syah, menurut Graaf, telah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan meliputi Pidie yang bekerja sama denga protugis, kemudian ke Pasaipada tahun 1524 M. Dengan kemenangan terhadap kedua kerajaan tersebut,Aceh dengan mudah melakukan ekspansi wilayah kekuasaannya ke Sumatera Timur. Untuk mengatur daerah sumatera Timur, sultan Aceh mengirim panglima-panglima, salah seorang di antaranya adalah Gocah pahlawan yang menurunkan Sultan Deli dan Serdang. Namun yang membesarkan nama kerajaan Aceh Darussalam menurut versi ini bukanlah sultan Ali Mughayat Syah tetapi Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan Kerajaan-Kerajaan Islam yang lain di Nusantara.

2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan kerajaan Aceh Darussalam
1. Komposisi dan Struktur Masyarakat Aceh
            Komposisi masyarakat Kerajaan Aceh dalam bidang pemerintahan terdiri atas sultan, hulubalang besar (teuku) yang mengepalai setiap sagi yang memiliki kekuasaan yang otonom diwilayah kekuasaannya. Uleebalang  (datuk) mengepalai setiap distrik. Tiap distrik dibagi dalam mukim-mukim yang dikepalai oleh imam (ulama). Tiap mukim terdiri atas gampong yang dikepalai keuci’ ataupun yang disebut dengan datu’. Dalam gampong terdiri atas wijk yang dikepalai teungku mandrasah atau teungku meunasah. Dalam gampong juga ada ulama dan leube yang ahli hukum islam dan juga pejabat keagamaan seperti kali, imeum, hatib dan bileue. (Kartodirjo, 1975: 35)
            Sultan dibantu oleh mangkubumi yang membawahi mantra hari-hari sebagai penasehat raja. Urusan keuangan diserahkan ke syah Bandar. Lalu lintas sungai oleh kapala kreung. Penarik cukai adalah panglima lasot. Pejabat yang mengurusi buku dan surat menyurat adalah krani. Pada abad ke 17 dan 18 jabatan diistana lebih lengkap yaitu hulubalang rama setia sebagai kepala pengawal pribadi raja, raja udah na laila sebagai pembedaharaan istana, kerkun katib al-muluk  sebagai sekertaris kerajaan, sri maharaja laila sebagai kepala kepolisian, laksamana. Panglima sagi XXII yang terkemuka berkedudukan sebagai patih. (Kartodirjo, 1975: 37-38)
            Selain golongan pejabat juga terdapat golongan  lain seperti nelayan yang lalu lalang di teluk, diatas perahu bercadik dua untuk menangkap ikan. penangkapan ikan  ada yang dilakukan secara besar-besaran “industry”, ada juga yang mengail ikan dengan naik perahu kecil. (Lombard, 2006: 79-80). Selain nelayan juga ada pengrajin logam, pandai besi andal yang mengerjakan segala macam pekerjaan besi baik berat maupun yang berupa pisau, keris, mata lembing dan senjata lain. Ada juga tukang-tukang meriam yang menuangkan berbagai macam alat dari kuningan seperti kandil, lampu bokor. Golongan yang tak kalah menonjol adalah golongan tukang kayu. Pekerjaan tukang kayu membangun rumah kediaman, kapal nelayan dan kapal perang. Selain itu, juga ada pedagang dalam jumlah besar. Mereka terdiri dari orang-orang Aceh sendiri dan pedagang-pedagang asing. Disamping pedagang besar, ada pula pedagang perantara dan penukaran uang. Pertukaran uang ditangani oleh perempuan yang duduk dipasar maupun dipojok jalan dengan uang timah yang dinamakan cash. Sebagian pula ada para pegawai dan abdi untuk istana dan pemerintahan, para pengawal pribadi sultan dan budak. (Lombard, 2006: 80-82)
            Dalam penduduk Aceh terdapat segolongan orang yang mempunyai hak-hak istemewa bagi orang kaya.mereka mempunyai lumbung-lumbung cadangan beras dan lada yang dijual dengan harga tinggi. Orang-orang kaya  memiliki tanggung jawab atas keluasan tanah yang penduduknya tunduk kepada mereka dan juga pada peradilan mereka. Kekuasaan materi dan ekonomi dirangkap dengan wibawa yang tidak boleh diremehkan. Wibawa orang kaya dimata rakyat biasa seperti kekayaan. Pada rakyat Aceh antara yang kaya dan rakyat biasa dapat dibedakan yaitu orang kaya membiarkan kuku ibu jari dan kelingking tumbuh panjang sebagai tanda bahwa mereka tidak bekerja dengan tangan. Orang-orang kaya juga sangat berarati dimata sultan. Sultan menghargai jasa mereka dalam pengangkatan tahta ‘Ala ad-Din Ri’ayat Syah menjadi sultan. Karena itu,sultan banyak memberikan kepada orang kaya berbagai jabatan baik militer maupun sipil. Kedudukan social penduduk lain yaitu nelayan, pengrajin, pemilik toko, penukar uang dan budak. Mereka ini, tidak ikut langsung dalam keuntungan perniagaan bebas,mereka tinggal dirumah sendiri dan mencari nafkah dengan bebas. Namun harus membayar upeti terhadap orang kaya yang mereka anggap sebagai pelindung dengan uang ataupun hasil bumi. (Lombard, 2006: 88-92).
2. Silsilah Raja-raja Aceh
            Kerajaan Aceh telah berdiri sejak akhir abad ke 15M – 20 M. Dalam kurun waktu empat abad, Kerajaan Aceh telah diperintah oleh 38 sultan dan sultanah. Sultan maupun sultanah dari kerajaan Aceh tidak hanya berasal dari Aceh. Tetapi berasal dari daerah di luar Aceh dan dari dinasti-dinasti yang ada saat itu.
Sultan Aceh dari Dinasti Makota Alam
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
1.
Sultan Ali Mughayat Syah
1496-1528 / 7 Agustus 1530
Pendiri kerajaan, putera dari Syamsu Syah
2.
Sultan Salahuddin
1528 / 1530-1537 / 1539
putra dari No. 1. Wafat tanggal 25 November1548.
3.
Sultan Alauddin al-Qahhar
1537-1568 / 28 September1571
putra dari No. 1 dan adik dari No. 2.
4.
Sultan Husain Ali Riayat Syah
1568 / 1571-1575 / 8 Juni 1579
putra dari No. 3.
5.
Sultan Muda
1575 / 1579
putra dari No. 4. Baru berumur beberapa bulan pada saat dijadikan sultan.
6.
Sultan Sri Alam
1575-1576 / berkuasa hanya pada 1579
putra dari No. 3. Juga merupakan raja Priaman
7.
Sultan Zainal Abidin
1576-1577 / berkuasa hanya pada 1579
cucu dari No. 3.

Sultan Aceh yang berasal dari luar Aceh
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
8.
Sultan Alauddin Mansur Syahbin Sultan Mansur Syah I(Sultan Perak 1549-1577)
1577 / 1579-1589 / dibunuh sekitar 1586
kakak dari Sultan Ahmad Tajuddin Syah, Sultan Perak
9.
Sultan Buyong
1589 / 1586-1596 / 28 Juni1589
anak seorang rajaIndrapura

Sultan Aceh yang berasal dari Dinasti Darul-Kamal
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
10.
Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil
1596 / 1589-1604
cucu dari saudara ayahnya No. 1. putra dari Firman Syah,
11.
Sultan Ali Riayat Syah
1604-1607
putra dari No. 10

Sultan Aceh peleburan dari Dinasti Makota Alam dan Dinasti Darul-Kamal
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
12.
Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam
1607-27 Desember 1636
cucu (melalui ibu) dari No. 10 dan cicit dari No. 3 melalui ayah.

Sultan Aceh yang berasal dari luar Aceh
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
13.
Sultan Iskandar Tsani Alauddin Mughayat Syah
1636-15 Februari 1641
putra Sultan Pahang,Ahmad Syah II.Menantu dari No. 12dan suami dari No. 14.

Sultanah Aceh
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
14.
Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam
1641-1675
Putri dari No. 12 danistri dari No. 13
15.
Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam
1675-1678
16.
Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah
1678-1688
17.
Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah
1688-1699
Saudari angkat dari No. 16, istri dari No. 18,serta ibu dari No. 19dan No. 20

Sultan Aceh
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
18.
Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin
1699-1702
Suami dari No. 17
19.
Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui
1702-1703
20.
Sultan Jamalul Alam Badrul Munir
1703-1726
21.
Sultan Jauharul Alam Aminuddin
1726
22.
Sultan Syamsul Alam
1726-1727

Sultan Aceh Keturunan Bugis
No.
Nama
Masa Pemerintahan
Keterangan
23.
Sultan Alauddin Ahmad Syah
1727-1735
24.
Sultan Alauddin Johan Syah
1735-1760
putra dari No. 23
25.
Sultan Mahmud Syah
1760-1764
putra dari No. 24,
26.
Sultan Badruddin Johan Syah
1764-1765
27.
Sultan Mahmud Syah
1765-1773
28.
Sultan Sulaiman Syah
1773
29.
Sultan Mahmud Syah
1773-1781
30.
Alauddin Muhammad Syah
1781-1795
putra dari No. 25
31.
Sultan Alauddin Jauhar al-Alam
1795-1823
putra dari No. 28.
32.
Sultan Syarif Saif al-Alam
1815-1820
33.
Sultan Alauddin Jauhar al-Alam
1795-1823
Dikembalikan posisinya dengan bantuanRafflesInggris
34.
Sultan Muhammad Syah
1823-1838
putra dari No. 29
35.
Sultan Sulaiman Syah
1838-1857
putra dari No. 31.
36.
Sultan Mansur Syah
1857-1870
putra dari No. 29
37.
Sultan Mahmud Syah
1870-1874
putra dari No. 32
38.
Sultan Muhammad Daud Syah
1874-1903
cucu dari No. 33.. Menyerah kepadaBelanda dan turun takhta pada 1903.
Table : Silsilah Raja Aceh
            Pendiri kerajaaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang merupakan sultan pertama kerajaan Aceh setelah berhasil menaklukan kerajaan Samudra Pasai pada tahun 1524,beliau bertahta dari tahun 1514 sampai meninggal tahun 1530. Sultan ini, berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya. Pada tahun 1511 M, kerajaan kecil-kecil seperti Peuleak (Aceh timur), Pedir (Piddie), Daya (Aceh Barat Daya), dan Aru (Sumatra utara) berada dibawah pengaruh Portugis. Pada mei 1524, beliau mengalahkan armada Portugis yang dipimpin oleh Jorge de Brito dilaut lepas. (Lombard, 2006: 65). Sultan Ali Mughayat Syah menguasai daerah-daerah yang telah dikuasai oleh Portugis sekaligus memukul mundur pasukan Portugis hingga kembali ke Goa, India. Dari penyerangan terhadap portugis tersebut, Aceh mendapatkan senjata dari portugis yang tidak sempat mereka bawa karena kewalahan menghadapi serangan  Aceh. Beliau berusaha mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh.
            Mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak bergantung Sultan Ali Mughayat Syah mempersatukan seluruh kekuatan untuk mengusir Portugis dari Piddie (1521) dan Pasai (1524). (Muljana, 2007: 2). Pada tahun 1520, Ali Mughayat Syah berhasil merebut Daya yang terletak dipantai barat Sumatra bagian utara yang menurut Tome Pires belum menganut Islam. (Ricklefs, 2005: 81). Karena telah menaklukan kerajaan-kerajaan kecil tersebut dan memasukkan dalam wilayahnya maka kerajaan Aceh dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas hamper mencakup separuh Pulau Sumatra, Semenanjung Malaya hingga Pattani. Selanjutnya melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas. Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut di dirikanlah banyak pelabuhan. (Ricklefs, 2005: 81-82). Aceh melebarkan sayap kekuatannya ke Sumatra timur. Untuk mengatur daerah Sumatra timur, beliau menempatkan panglima-panglima salah satunya Gocah yang merupakan pahlawan yang telah menurunkan sultan Deli dan Serdang. (Yatim, 2008: 209). Sultan Ali Mughayat Syah berhasil membangun Aceh menjadi besar dan kokoh. Dalam masa pemerintahannya, dasar-dasar politik luar negeri kerajaan Aceh yang dijalankan yaitu:
a.       Mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak bergantung pada pihak luar.
b.      Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan Islam di nusantara.
c.       Bersikap waspada terhadap colonial barat.
d.      Menerima bantuan tenaga ahli dari luar.
e.       Menjalankan dakwah islam keseluruh kawasan Nusantara.
            Pada tahun 1530, beliau mangkat dan digantikan oleh putranya, Salahuddin.Sultan Salahuddin adalah penguasa yang lemah. Pada tahun 1537, suatu serangan yang dilancarkan oleh pihak Aceh terhadap Malaka mengalami kegagalan dan pada masa itulah Salahuddin diturunkan dari tahta[14](Ricklefs, 2005: 82). Kemudian digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar.
            Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar memerintah dari tahun 1537 sampai 1571. Ia merupakan anak lelaki kepada Sultan Alauddin al-Kahhar Sejak Alauddin berhasil menyelamatkan kesultanan Aceh dari Salahuddin yang telah membawa kesultanan Aceh dalam bayang kemerosotan, Sultan Alauddin Riayat syah Al-Kahhar tampil menyelamatkan kesultanan Aceh menuju kejayaan. Dimana pada masa Alauddin, kerajaan Aceh berpusat dan beribukota di Banda Aceh Darussalam. Sultan Alaudin Riayat Syah menyerang Malaka sampai dua kali yaitu tahun 1547 dan 1568. Beliau juga menaklukkan Aru pada tahun 1562.(Lombard, 2006: 66). Namun usahanya tersebut gagal. Pada tahun 1564/1565 beliau merampok Johor, membawa serta Sultan Alauddin Riayat Syah I ke Aceh dan membunuhnya kemudian mengambil-alih kekuasaan atas Aru Pada tahun 1570 Sultan mengirim lagi pasukan armada untuk menyerang Johor agar tunduk.Karena putra dari raja yang telah dibunuh tadi memberontak.(Ricklefs, 2005: 82-83). 
            Pada tahun 1562 perutusan Aceh sampai di Istambul, Turki, untuk meminta bala bantuan kepada kaisar Salim II, bantuan yang diberikan oleh Turki adalah meriam sebanyak 400 buah, dan mengirim ahli senjata ke Aceh yang kemudian ditempakan di kampung Pande, Banda Aceh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahhar wafat pada 28 September 1571, ia dimakamkan di Kandang XII ia meninggalkan beberapa anak dan cucu. Yang menimbulkan perselisihan dikemudian hari (Lombard, 2006: 66). Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar dikenang dalam tradisi Aceh bukan hanya sebagai seorang pejuang saja, melainkan juga sebagai penguasa yang melembagakan pembagian masyarakat Aceh menjadi kelompok-kelompok garis keturunan administrative Selanjutnya Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar digantikan oleh puteranya Sultan Husein Ali Riayat Syah.
            Sultan Husein ternyata tidak disukai oleh saudara-saudaranya yang telah menjadi sultan dari Pariaman dan Aru juga oleh sultan Fansur dari Barus. Ketiga sultan tersebut mengadakan perlawanan terhadap sultan Husain yang dibantu oleh dato-dato dari Batak. Dalam pertempuran tersebut sultan Aru dan sultan Husein meninggal yang tertinggal adalah sultan Munghal dari Pariaman. (Poesponegoro, 1984: 33). Dimasa kesultanannya, kembali terjadi penyerangan terhadap Portugis di Malaka sebanyak dua kali pada 1573 dan 1575. sultan-sultan penggantinya, masa pemerintahannya cukup singkat. Pada masa ini mulai kedatangan pedagang dari eropa.Pada masa Sultan Alauddin Mansyur Syah terjadi ekspansi ke johor. Namun, beliau wafat karena dibunuh oleh jenderalnya, bekas budak yang bernama “Mora Ratisa” (sekitar tahun 1586) ketika sedang mempersiapkan diri untuk menyerang Malaka dengan 300 kapal layar (Lombard, 2006: 66-67). Kerajaan Aceh mencapai masa keemasan pada masa Sultan Iskandar Muda.
            Sultan berhasil membentuk Aceh menjadi Negara yang paling kuat di Nusantara bagian barat dalam waktu singkat. Keberhasilan-keberhasilannya didasarkan pada kekuatan militer yang kuat, termasuk angkatan laut yang memiliki kapal-kapal besar yang mampu mengangkut 600-800 prajurit yang disebut “Espento Del Mundo”., pasukan kavaleri yang menggunakan kuda-kuda Persia, pasukan Gajah, artileri banyak dan pasukan miliasi infantry dan juga meriam besar terbuat dari perunggu.(Ricklefs, 2001: 84, 125-132). Sultan juga membangun ketatanegaraan dan perekonomian Aceh. Dalam 5 tahun ia berhasil merebut negara di pantai timur Sumatera.Pada tahun 1612 , beliau berhasil merebut Deli ,Aru, Rohan, Siak, Kampar[21] pada tahun 1613. Pada tahun 1613 sultan Iskandar muda mengalahkan Johor, membawa sultan Johor Alauddin Riayat Syah II bersama anggota keluarga dan sekelompok pedagang VOC ke Aceh. Pada tahun 1614 giliran Bintan yang diserang Aceh. Sultan juga menyerang Pahang tahun 1618, Kedah tahun 1619 Kedah yang merupakan saingan lada dan, Ni-s  tahun 1624/25 (Kartodjirdjo, 1999: 81). Raja Indragiri dan Jambi dipaksa menjual lada kepada pedagang Aceh. Selain itu, Iskandar Muda merusaka kebun lada di Pahang. Sedangkan Pattani menyerah tanpa adanya penyerangan. Pada, pada 21 dan 22 juli 1621, sultan mengirimkan kapal-kapal perang ke Perlak dan Langkawi untuk mencabut tanaman lada.Oleh karena itu, pasaran lada pindah ke Aceh yang dikuasai oleh Iskandar Muda. Kemudian bandar Aceh ditingkatkan menjadi bandar Internasional dan sultan memainkan monopoli atas lada.(Ricklefs,2001:86)
            Iskandar Muda juga merusak kantor dagang Belanda dan tidak membiarkan portugis menetap di puing-puing Batu Sawar. (Lombard, 2006: 135). Akhirnya, ia berhasil menguasai daerah pesisir sebagian besar Sumatera, dibarat sampai Mokomoko (Bengkulu) dan disebelah timur sampai keselatan Sungai Indragiri. Semua kerajaan Kedah, Perak, Pahang, dan Trengganu di semenanjug Malaysia menjadi sebagian dari kerajaan Aceh. (Ismail Suny, 1980: 33). Selain melakukan ekspansi politik, Sultan Iskandar Muda menaruh perhatian besar pada agama. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan masjid besar Baitur-Rahman yang berdasar perkataan Bustan dilakukan oleh Iskandar muda.
            Selain itu, sultan juga membangun taman-taman yang terbentang disebelah selatan istana, gegunungan menara Permata dan beberapa masjid di daerah lain. Sultan memerintahkan kepada rakyatnya untuk sembahyang lima waktu, puasa sunah, puasa ramadhan serta menjauhi diri dari minum arak dan bermain judi. Aceh pada masa sultan Iskandar Muda dijuluki sebagai serambi mekkah. Seperti yang dirumuskan dalam hukum dana adat bahwa ulama dalam sejarah Aceh menjadi perumus realitas dan pengesahan kekuasaan. (Yatim, 2008: 228).
3. Kehidupan perekonomian
            Dalam kehidupan perekonomiannya, Basis perekonomian Aceh adalah perdagangan dan pelayaran. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan internasional pertama. Aceh bukanlah negara bercorak Agraris namun bagian utara Sumatra dikenal sebagai daerah yang kaya akan hasil bumi baik tumbuh-tumbuhan maupun hasil tambang Sebelum abad XVI M,  (Lombard, 2006: 95). Hasil-hasilnya adalah lada sebagai komoditas ekspor. Lada banyak diekspor ke Cina dan pedagang barat dari Pasai, Pidir pada abad XVI. Sebenarnya lada bukan asli tumbuhan dari Aceh. Melainkan diperkenalkan penanamannya oleh pedagang India pada abad XIV bersama dengan ajaran islam. (Lombard, 2006: 59). Pusat-pusat penghasilan lada ada di selatan pantai barat pulau Sumatera, Pasaman, Semenanjung Malayu (pulau Langkawi dan Kedah). Pada masa pemerintahan sultan Alauddin, perdagangan lada Bandar Aceh maju pesat. Karena itu, sultan semakin gencar dalam penanaman lada. Atas kemajuan perdagangan lada tersebut, kesultanan Aceh menjadi sangat makmur. Aceh mampu membeli kapal-kapal buatan luar negeri untuk memperkuat armada., membeli senjata dan mesiu dari bangsa Belanda dan Inggris sehingga Aceh menjadi negeri kuat, berani mengimbangi Malaka dan ditakuti oleh pihak Portugis. (Muljana, 2005: 279-280)
            Pada abad XV M, teks-teks Cina dan Tome Pires memasukan sutera dalam penghasilan utama Sumatra. (Lombard, 2006: 60) sutera dihasilkan dalam jumlah  lumayan banyak di daerah sekitar Aceh. Sutera dari Aceh kuning dan keras.  Sutera dari Aceh dapat dijadikan kain taf yang cukup bagus. (Lombard, 2006: 101) selain lada dan sutera juga menghasilkan emas merah 24 karat,Minyak tanah, kemenyan, belerang dan kamper. (Lombard, 2006: 96-99). Meskipun mempunyai banyak hasil bumi, Aceh masih mengimpor berbagai barang yang diperlukan, disamping mengekspor komoditi penting yang laku keras pada perdagangan dan menjadi barang incaran dari bangsa lain. Berikut ini, komoditas ekspor dan impor dari Aceh.
Komoditas ekspor
Komoditas impor
Kayu yang tinggi nilainya
Cendana
Bahan makanan
Beras
Sapang
Mentega
Jenis dammar
Gendarukam
Gula
Dammar
Anggur
Teban
Kurma
Sari dan wangi-wangian
Kemenyan putih
Logam
Timah
Kemenyan hitam
Besi
Kamper
boraks[24]
Akar pucuk
tekstil
Bendela
Minyak rasamala
Kain tenun
Kulit kayu masui
Barang kerajinan
Tembikar
Rempah-rempah
Lada
guci
Campli puta
Bahan perangsang
Candu
Bunga lawang
Kopi
Gading
The
Lilin (malam)
tembakau
Tali temali
Barang mewah
Batu karang (pulam)
Sutera
Air mawar peti
Tabel. Komoditas Ekspor Impor Kerajaan Aceh
2.3. Keruntuhan Kerajaan Aceh
            Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah  adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.kemudian juga konflik internal yang disebabkan penolakan para ulama Wujudiyah terhadap pemimpin perempuan. Para ulama berpandangan bahwa hukum islam tidak membolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki.selain itu juga konlik dengan Belanda yang terjadi pada akhir abad ke-18 yang memuncak pada abad ke-19.Makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli dan Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Pada tahun 1871 M, Belanda mulai mengancam Aceh atas restu dari Inggris, dan pada 26 Maret 1873 M, Belanda secara resmi menyatakan perang terhadap Aceh. Dalam perang tersebut, Belanda gagal menaklukkan Aceh. Pada tahun 1883, 1892 dan 1893 M, perang kembali meletus, namun, lagi-lagi Belanda gagal merebut Aceh. Pada saat itu, Belanda sebenarnya telah putus asa untuk merebut Aceh, hingga akhirnya, Snouck Hurgronye, seorang sarjana dari Universitas Leiden, menyarankan kepada pemerintahnya agar mengubah fokus serangan, dari sultan ke ulama. Menurutnya, tulang punggung perlawanan rakyat Aceh adalah para ulama, bukan sultan. Oleh sebab itu, untuk melumpuhkan perlawanan rakyat Aceh, maka serangan harus diarahkan kepada para ulama. Saran ini kemudian diikuti oleh pemerintah Belanda dengan menyerang basis-basis para ulama, sehingga banyak masjid dan madrasah yang dibakar Belanda.
            Saran Snouck Hurgronye membuahkan hasil: Belanda akhirnya sukses menaklukkan Aceh. J.B. van Heutsz, sang panglima militer, kemudian diangkat sebagai gubernur Aceh. Pada tahun 1903, kerajaan Aceh berakhir seiring dengan menyerahnya Sultan M. Dawud kepada Belanda. Pada tahun 1904, hampir seluruh Aceh telah direbut oleh Belanda. Adanya Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial Hindia-Belanda.
2.4. Peninggalan Kerajaan Aceh
1.Masjid Raya Baiturrahman
            Masjid ini adalah masjid yang menjadi sangat terkenal karena pada waktu tsunami yang terjadi tahun 2004 lalu, masjid ini menjadi saksi bisu yang tetap kokoh dalam musibah dahsyat ini. Namun tidak banyak yang tahu bahwa bangunan sekarang ini adalah kreasi belanda.
            Bangunan ini dibuat oleh Sultan Iskandar Muda tahun 1022 H/1612 M terletak tepat di pusat Kota Banda Aceh dan menjadi pusat kegiatan keagamaan di Aceh Darussalam. Sewaktu agresi tentara Belanda kedua pada 10 April 1873, Masjid Raya Baiturrahman sempat dibakar. Namun kemudian, Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada tahun 1877 untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh.
2. Makam Raja Aceh Sultan Iskandar Muda
            Makam keramat yang masih di jaga sekarang adalah makan Sultan Iskandar Muda, makam ini senantiasa di jaga dan di lestarikan sebagai bukti sejarah berjayanya islam di Aceh pada masa lalu.
Sultan Iskandar Muda lahir di tanah Aceh pada 27 September 1636, beliau merupakan sultan terbesar dalam sejarah kejayaan Kesultanan Aceh, saat itu kesultanan Aceh menjadi salah satu pusat perdagangan dan pembelajaran Islam di Nusantara. Makan Sultan Iskandar Muda berada di baperis, kelurahan peuniti, kecamatan baiturrahman, banda Aceh. Untuk menjangkau lokasi pemakaman sangat mudah karena banyak opsi transportasi yang bisa digunakan.
3. Benteng Indra Patra
            Benteng peninggalan sejarah ini memang sudah lapuk di makan usia, namun benteng ini masih memiliki bentuk dan masih dinikmati sebagai objek wisata.
            Benteng ini terletak di desa Ladong, Kec Masjid Raya, Kab Aceh Besar. Disana terdapat sebuah situs sejarah peninggalan kesultanan Aceh yang hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi objek wisata lokal. Meskipun sempat dihantam Tsunami, benteng ini tatap kokoh tak  lapuk dimakan usia meskipun sudah berumur ratusan tahun. Sebenarnya benteng ini dibangun oleh Raja Kerajaan Lamuri, Benteng Indra Patra ini bahkan berlangsung hingga masa Islam di Aceh benteng ini juga dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kerajaan Aceh Darussalam.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Sebagai salah satu negara dengan mayoritas muslim, tentunya kita harus tahu jati diri kita sebagai muslim dengan cara mengetahui sejarah yang membentuk masyarakat kita di masa kini. Tujuan dari pembelajaran ini tentunya diharapakan selain mengetahui kesultanan aceh, kita juga bisa membudayakan budaya keislaman kita sebagai penerus kerajaan islam di masa lalu.
            Kami selaku pemakalah pula sangat meminta maaf dengan segala keterbatasannya isi yang di sajikan dalam isi makalah ini. Dengan referensi yang tentu kurang memuaskan karena kutipannya berupa alamat web yang bisa diakses di mana saja. Dengan tidak sedikitupun mengurangi rasa hormat kami terhadap penulisan karya ilmiah, kami memohon maaf yang sebesar besarnya.



DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fahrizal Zulfani Al Hanif, dalam makalah Sejarah Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia yang di postingkan di
http://kumpulanmakalah96.blogspot.co.id/2016/10/makalah-sejarah-kerajaan-aceh.html
http://iqbalromeo.blogspot.co.id/2012/09/makalah-aceh-darussalam.html
http://www.atjehcyber.net/2010/12/menguak-sejarah-asal-mula-kerajaan-aceh.html
https://rapi05bireuen.wordpress.com/sejarah-aceh/kerajaan-aceh-darussalam-407-tahun-1496-1903-m/


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel