Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kerajaan
Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana
tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh
Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran.
Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam
telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan
pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) . Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil
menaklukkan Pasai, dan sejak saat itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang
memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya
kerajaan Aceh ini merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan
dan meraih kembali kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya.
nya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar
yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta
menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah
Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar
tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur
Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat
Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial
Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk
menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan
dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih
dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari
penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
sejarah kerajaan Aceh Darussalam !
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Asal Mula Kerajaan Aceh
Para
ahli sejarah berbeda pendapat tentang kapan asal mula muncul istilah kerajaan
Aceh Darussalam. Anas Machmud, seperti dinukilkan Badri Yatim, berpendapat
bahwa kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing
kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dia yang membangun kota
Darussalam. Menurutnya, pada masa pemerintahanMuzaffar Aceh Darussalam mulai
mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar Muslim
yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh,
setelah Malaka dikuasai Protugis (1511 M).
Sebagai
akibat penaklukan Malaka oleh Portugis tersebut, jalan dagang yang sebelumnya
dari laut Jawa ke Utara melalui selat Karimataterus ke Malaka, pindah melalui
selat Sunda dan menyusur pantai BaratSumatera, terus ke Aceh. Berbeda pendapat
dengan Anas Machmud, H.J. de Graaf mengatakan kerajaan Aceh Darussalam
merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu kerajaan Lamuri dan Atjeh
Darul Kamal, sedang Sultannya Ali Mughayat Syah. Ali Mughayat Syah, menurut
Graaf, telah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan meliputi Pidie yang bekerja
sama denga protugis, kemudian ke Pasaipada tahun 1524 M. Dengan kemenangan
terhadap kedua kerajaan tersebut,Aceh dengan mudah melakukan ekspansi wilayah
kekuasaannya ke Sumatera Timur. Untuk mengatur daerah sumatera Timur, sultan
Aceh mengirim panglima-panglima, salah seorang di antaranya adalah Gocah
pahlawan yang menurunkan Sultan Deli dan Serdang. Namun yang membesarkan nama
kerajaan Aceh Darussalam menurut versi ini bukanlah sultan Ali Mughayat Syah
tetapi Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi
bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani
di Turki dan Kerajaan-Kerajaan Islam yang lain di Nusantara.
2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan kerajaan Aceh Darussalam
1.
Komposisi dan Struktur Masyarakat Aceh
Komposisi
masyarakat Kerajaan Aceh dalam bidang pemerintahan terdiri atas sultan,
hulubalang besar (teuku) yang mengepalai setiap sagi yang memiliki kekuasaan
yang otonom diwilayah kekuasaannya. Uleebalang (datuk) mengepalai
setiap distrik. Tiap distrik dibagi dalam mukim-mukim yang dikepalai oleh imam
(ulama). Tiap mukim terdiri atas gampong yang dikepalai keuci’ ataupun yang
disebut dengan datu’. Dalam gampong terdiri atas wijk yang dikepalai teungku
mandrasah atau teungku meunasah. Dalam gampong juga ada ulama dan leube yang
ahli hukum islam dan juga pejabat keagamaan seperti kali, imeum, hatib dan
bileue. (Kartodirjo, 1975: 35)
Sultan
dibantu oleh mangkubumi yang membawahi mantra hari-hari sebagai penasehat raja.
Urusan keuangan diserahkan ke syah Bandar. Lalu lintas sungai oleh kapala
kreung. Penarik cukai adalah panglima lasot. Pejabat yang mengurusi buku dan
surat menyurat adalah krani. Pada abad ke 17 dan 18 jabatan diistana lebih
lengkap yaitu hulubalang rama setia sebagai kepala pengawal pribadi raja, raja
udah na laila sebagai pembedaharaan istana, kerkun katib
al-muluk sebagai sekertaris kerajaan, sri maharaja laila sebagai
kepala kepolisian, laksamana. Panglima sagi XXII yang terkemuka berkedudukan
sebagai patih. (Kartodirjo, 1975: 37-38)
Selain
golongan pejabat juga terdapat golongan lain seperti nelayan yang
lalu lalang di teluk, diatas perahu bercadik dua untuk menangkap ikan.
penangkapan ikan ada yang dilakukan secara besar-besaran “industry”,
ada juga yang mengail ikan dengan naik perahu kecil. (Lombard, 2006: 79-80).
Selain nelayan juga ada pengrajin logam, pandai besi andal yang mengerjakan
segala macam pekerjaan besi baik berat maupun yang berupa pisau, keris, mata
lembing dan senjata lain. Ada juga tukang-tukang meriam yang menuangkan
berbagai macam alat dari kuningan seperti kandil, lampu bokor. Golongan yang
tak kalah menonjol adalah golongan tukang kayu. Pekerjaan tukang kayu membangun
rumah kediaman, kapal nelayan dan kapal perang. Selain itu, juga ada pedagang
dalam jumlah besar. Mereka terdiri dari orang-orang Aceh sendiri dan
pedagang-pedagang asing. Disamping pedagang besar, ada pula pedagang perantara
dan penukaran uang. Pertukaran uang ditangani oleh perempuan yang duduk dipasar
maupun dipojok jalan dengan uang timah yang dinamakan cash.
Sebagian pula ada para pegawai dan abdi untuk istana dan pemerintahan, para
pengawal pribadi sultan dan budak. (Lombard, 2006: 80-82)
Dalam
penduduk Aceh terdapat segolongan orang yang mempunyai hak-hak istemewa bagi
orang kaya.mereka mempunyai lumbung-lumbung cadangan beras dan lada yang dijual
dengan harga tinggi. Orang-orang kaya memiliki tanggung jawab atas
keluasan tanah yang penduduknya tunduk kepada mereka dan juga pada peradilan
mereka. Kekuasaan materi dan ekonomi dirangkap dengan wibawa yang tidak boleh
diremehkan. Wibawa orang kaya dimata rakyat biasa seperti kekayaan. Pada rakyat
Aceh antara yang kaya dan rakyat biasa dapat dibedakan yaitu orang kaya
membiarkan kuku ibu jari dan kelingking tumbuh panjang sebagai tanda bahwa
mereka tidak bekerja dengan tangan. Orang-orang kaya juga sangat berarati
dimata sultan. Sultan menghargai jasa mereka dalam pengangkatan tahta ‘Ala
ad-Din Ri’ayat Syah menjadi sultan. Karena itu,sultan banyak memberikan kepada
orang kaya berbagai jabatan baik militer maupun sipil. Kedudukan social
penduduk lain yaitu nelayan, pengrajin, pemilik toko, penukar uang dan budak.
Mereka ini, tidak ikut langsung dalam keuntungan perniagaan bebas,mereka
tinggal dirumah sendiri dan mencari nafkah dengan bebas. Namun harus membayar
upeti terhadap orang kaya yang mereka anggap sebagai pelindung dengan uang
ataupun hasil bumi. (Lombard, 2006: 88-92).
2.
Silsilah Raja-raja Aceh
Kerajaan
Aceh telah berdiri sejak akhir abad ke 15M – 20 M. Dalam kurun waktu empat abad,
Kerajaan Aceh telah diperintah oleh 38 sultan dan sultanah. Sultan maupun
sultanah dari kerajaan Aceh tidak hanya berasal dari Aceh. Tetapi berasal dari
daerah di luar Aceh dan dari dinasti-dinasti yang ada saat itu.
Sultan Aceh
dari Dinasti Makota Alam
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
1.
|
Sultan Ali Mughayat Syah
|
1496-1528 / 7 Agustus 1530
|
Pendiri
kerajaan, putera dari Syamsu Syah
|
2.
|
Sultan Salahuddin
|
1528 / 1530-1537 / 1539
|
putra
dari No. 1. Wafat tanggal 25 November1548.
|
3.
|
Sultan Alauddin al-Qahhar
|
1537-1568 / 28 September1571
|
putra
dari No. 1 dan adik dari No. 2.
|
4.
|
Sultan Husain Ali Riayat Syah
|
1568 / 1571-1575 / 8 Juni 1579
|
putra
dari No. 3.
|
5.
|
Sultan Muda
|
1575 / 1579
|
putra
dari No. 4. Baru berumur
beberapa bulan pada saat dijadikan sultan.
|
6.
|
Sultan Sri
Alam
|
1575-1576 /
berkuasa hanya pada 1579
|
putra
dari No. 3. Juga merupakan raja Priaman
|
7.
|
Sultan
Zainal Abidin
|
1576-1577 /
berkuasa hanya pada 1579
|
cucu
dari No. 3.
|
Sultan
Aceh yang berasal dari luar Aceh
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
8.
|
Sultan
Alauddin Mansur Syahbin Sultan Mansur
Syah I(Sultan Perak 1549-1577)
|
1577 / 1579-1589 /
dibunuh sekitar 1586
|
kakak
dari Sultan
Ahmad Tajuddin Syah, Sultan Perak
|
9.
|
Sultan Buyong
|
1589 / 1586-1596 / 28
Juni1589
|
anak
seorang rajaIndrapura
|
Sultan
Aceh yang berasal dari Dinasti Darul-Kamal
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
10.
|
Sultan
Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil
|
1596 / 1589-1604
|
cucu
dari saudara ayahnya No. 1.
putra dari Firman Syah,
|
11.
|
Sultan
Ali Riayat Syah
|
1604-1607
|
putra
dari No.
10
|
Sultan
Aceh peleburan dari Dinasti Makota Alam dan Dinasti Darul-Kamal
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
12.
|
Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan
Meukuta Alam
|
1607-27
Desember 1636
|
cucu
(melalui ibu) dari No.
10 dan
cicit dari No. 3 melalui
ayah.
|
Sultan
Aceh yang berasal dari luar Aceh
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
13.
|
Sultan Iskandar Tsani Alauddin
Mughayat Syah
|
1636-15
Februari 1641
|
putra
Sultan Pahang,Ahmad Syah II.Menantu dari No. 12dan suami dari No.
14.
|
Sultanah
Aceh
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
14.
|
Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam
|
1641-1675
|
Putri
dari No. 12 danistri dari No. 13
|
15.
|
Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam
|
1675-1678
|
|
16.
|
Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah
|
1678-1688
|
|
17.
|
Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah
|
1688-1699
|
Saudari
angkat dari No. 16,
istri dari No.
18,serta
ibu dari No.
19dan No.
20
|
Sultan
Aceh
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
18.
|
Sultan
Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin
|
1699-1702
|
Suami
dari No. 17
|
19.
|
Sultan
Perkasa Alam Syarif Lamtui
|
1702-1703
|
|
20.
|
Sultan
Jamalul Alam Badrul Munir
|
1703-1726
|
|
21.
|
Sultan
Jauharul Alam Aminuddin
|
1726
|
|
22.
|
Sultan
Syamsul Alam
|
1726-1727
|
Sultan
Aceh Keturunan Bugis
|
|||
No.
|
Nama
|
Masa
Pemerintahan
|
Keterangan
|
23.
|
Sultan
Alauddin Ahmad Syah
|
1727-1735
|
|
24.
|
Sultan
Alauddin Johan Syah
|
1735-1760
|
putra
dari No.
23
|
25.
|
Sultan Mahmud
Syah
|
1760-1764
|
putra
dari No.
24,
|
26.
|
Sultan
Badruddin Johan Syah
|
1764-1765
|
|
27.
|
Sultan Mahmud
Syah
|
1765-1773
|
|
28.
|
Sultan
Sulaiman Syah
|
1773
|
|
29.
|
Sultan Mahmud
Syah
|
1773-1781
|
|
30.
|
Alauddin
Muhammad Syah
|
1781-1795
|
putra
dari No. 25
|
31.
|
Sultan
Alauddin Jauhar al-Alam
|
1795-1823
|
putra
dari No.
28.
|
32.
|
Sultan Syarif
Saif al-Alam
|
1815-1820
|
|
33.
|
Sultan
Alauddin Jauhar al-Alam
|
1795-1823
|
Dikembalikan
posisinya dengan bantuanRaffles, Inggris
|
34.
|
Sultan
Muhammad Syah
|
1823-1838
|
putra
dari No.
29
|
35.
|
Sultan
Sulaiman Syah
|
1838-1857
|
putra
dari No. 31.
|
36.
|
Sultan Mansur
Syah
|
1857-1870
|
putra
dari No.
29
|
37.
|
Sultan Mahmud
Syah
|
1870-1874
|
putra
dari No. 32
|
38.
|
Sultan Muhammad Daud Syah
|
1874-1903
|
cucu
dari No. 33..
Menyerah kepadaBelanda dan turun
takhta pada 1903.
|
Table : Silsilah Raja Aceh
Pendiri
kerajaaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang merupakan sultan pertama
kerajaan Aceh setelah berhasil menaklukan kerajaan Samudra Pasai pada tahun
1524,beliau bertahta dari tahun 1514 sampai
meninggal tahun 1530.
Sultan ini, berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam
kekuasaannya. Pada tahun 1511 M, kerajaan kecil-kecil seperti Peuleak (Aceh
timur), Pedir (Piddie), Daya (Aceh Barat Daya), dan Aru (Sumatra utara) berada
dibawah pengaruh Portugis. Pada mei 1524, beliau mengalahkan armada Portugis
yang dipimpin oleh Jorge de Brito dilaut lepas. (Lombard, 2006: 65). Sultan Ali
Mughayat Syah menguasai daerah-daerah yang telah dikuasai oleh Portugis
sekaligus memukul mundur pasukan Portugis hingga kembali ke Goa, India. Dari
penyerangan terhadap portugis tersebut, Aceh mendapatkan senjata dari portugis
yang tidak sempat mereka bawa karena kewalahan menghadapi
serangan Aceh. Beliau berusaha mengusir Portugis dari seluruh bumi
Aceh.
Mencukupi
kebutuhan sendiri sehingga tidak bergantung Sultan Ali Mughayat Syah
mempersatukan seluruh kekuatan untuk mengusir Portugis dari Piddie (1521) dan
Pasai (1524). (Muljana, 2007: 2). Pada tahun 1520, Ali Mughayat Syah berhasil
merebut Daya yang terletak dipantai barat Sumatra bagian utara yang menurut
Tome Pires belum menganut Islam. (Ricklefs, 2005: 81). Karena telah menaklukan
kerajaan-kerajaan kecil tersebut dan memasukkan dalam wilayahnya maka kerajaan
Aceh dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas hamper
mencakup separuh Pulau Sumatra, Semenanjung Malaya hingga Pattani. Selanjutnya
melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang
terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas.
Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut
di dirikanlah banyak pelabuhan.
(Ricklefs, 2005: 81-82). Aceh melebarkan sayap kekuatannya ke Sumatra timur.
Untuk mengatur daerah Sumatra timur, beliau menempatkan panglima-panglima salah
satunya Gocah yang merupakan pahlawan yang telah menurunkan sultan Deli dan
Serdang. (Yatim, 2008: 209). Sultan Ali Mughayat Syah berhasil membangun Aceh
menjadi besar dan kokoh. Dalam masa pemerintahannya, dasar-dasar politik luar
negeri kerajaan Aceh yang dijalankan yaitu:
a. Mencukupi
kebutuhan sendiri sehingga tidak bergantung pada pihak luar.
b. Menjalin
persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan Islam di nusantara.
c. Bersikap
waspada terhadap colonial barat.
d. Menerima
bantuan tenaga ahli dari luar.
e. Menjalankan
dakwah islam keseluruh kawasan Nusantara.
Pada
tahun 1530,
beliau mangkat dan digantikan oleh putranya, Salahuddin.Sultan
Salahuddin adalah penguasa yang lemah. Pada tahun 1537, suatu serangan yang
dilancarkan oleh pihak Aceh terhadap Malaka mengalami kegagalan dan pada masa
itulah Salahuddin diturunkan dari tahta[14](Ricklefs,
2005: 82). Kemudian digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar.
Sultan
Alauddin Riayat Syah Al-Kahar memerintah dari tahun 1537 sampai
1571. Ia merupakan anak lelaki kepada Sultan Alauddin al-Kahhar Sejak Alauddin
berhasil menyelamatkan kesultanan Aceh dari Salahuddin yang telah membawa
kesultanan Aceh dalam bayang kemerosotan, Sultan Alauddin Riayat syah Al-Kahhar
tampil menyelamatkan kesultanan Aceh menuju kejayaan. Dimana pada masa
Alauddin, kerajaan Aceh berpusat dan beribukota di Banda Aceh Darussalam.
Sultan Alaudin Riayat Syah menyerang Malaka sampai dua kali yaitu tahun 1547
dan 1568. Beliau juga menaklukkan Aru pada tahun 1562.(Lombard, 2006: 66).
Namun usahanya tersebut gagal. Pada tahun 1564/1565 beliau merampok Johor,
membawa serta Sultan Alauddin Riayat Syah I ke Aceh dan membunuhnya kemudian
mengambil-alih kekuasaan atas Aru Pada tahun 1570 Sultan mengirim lagi pasukan
armada untuk menyerang Johor agar tunduk.Karena putra dari raja yang telah
dibunuh tadi memberontak.(Ricklefs, 2005: 82-83).
Pada
tahun 1562 perutusan Aceh sampai di Istambul, Turki, untuk meminta bala bantuan
kepada kaisar Salim II, bantuan yang diberikan oleh Turki adalah meriam
sebanyak 400 buah, dan mengirim ahli senjata ke Aceh yang kemudian ditempakan
di kampung Pande, Banda Aceh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahhar wafat pada
28 September 1571, ia dimakamkan di Kandang XII ia meninggalkan beberapa anak dan
cucu. Yang menimbulkan perselisihan dikemudian hari (Lombard, 2006: 66). Sultan
Alauddin Riayat Syah Al-Kahar dikenang dalam tradisi Aceh bukan hanya sebagai
seorang pejuang saja, melainkan juga sebagai penguasa yang melembagakan
pembagian masyarakat Aceh menjadi kelompok-kelompok garis keturunan
administrative Selanjutnya Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar digantikan
oleh puteranya Sultan Husein Ali Riayat Syah.
Sultan
Husein ternyata tidak disukai oleh saudara-saudaranya yang telah menjadi sultan
dari Pariaman dan Aru juga oleh sultan Fansur dari Barus. Ketiga sultan
tersebut mengadakan perlawanan terhadap sultan Husain yang dibantu oleh
dato-dato dari Batak. Dalam pertempuran tersebut sultan Aru dan sultan Husein
meninggal yang tertinggal adalah sultan Munghal dari Pariaman. (Poesponegoro,
1984: 33). Dimasa kesultanannya, kembali terjadi penyerangan terhadap Portugis
di Malaka sebanyak dua kali pada 1573 dan 1575. sultan-sultan penggantinya,
masa pemerintahannya cukup singkat. Pada masa ini mulai kedatangan pedagang
dari eropa.Pada masa Sultan Alauddin Mansyur Syah terjadi ekspansi ke johor.
Namun, beliau wafat karena dibunuh oleh jenderalnya, bekas budak yang bernama
“Mora Ratisa” (sekitar tahun 1586) ketika sedang mempersiapkan diri untuk
menyerang Malaka dengan 300 kapal layar (Lombard, 2006: 66-67). Kerajaan Aceh
mencapai masa keemasan pada masa Sultan Iskandar Muda.
Sultan
berhasil membentuk Aceh menjadi Negara yang paling kuat di Nusantara bagian
barat dalam waktu singkat. Keberhasilan-keberhasilannya didasarkan pada
kekuatan militer yang kuat, termasuk angkatan laut yang memiliki kapal-kapal
besar yang mampu mengangkut 600-800 prajurit yang disebut “Espento Del Mundo”.,
pasukan kavaleri yang menggunakan kuda-kuda Persia, pasukan Gajah, artileri
banyak dan pasukan miliasi infantry dan juga meriam besar terbuat dari
perunggu.(Ricklefs, 2001: 84, 125-132). Sultan juga membangun ketatanegaraan
dan perekonomian Aceh. Dalam 5 tahun ia berhasil merebut negara di pantai timur
Sumatera.Pada tahun 1612 , beliau berhasil merebut Deli ,Aru, Rohan, Siak,
Kampar[21] pada
tahun 1613. Pada tahun 1613 sultan Iskandar muda mengalahkan Johor, membawa
sultan Johor Alauddin Riayat Syah II bersama anggota keluarga dan sekelompok
pedagang VOC ke Aceh. Pada tahun 1614 giliran Bintan yang diserang Aceh. Sultan
juga menyerang Pahang tahun 1618, Kedah tahun 1619 Kedah yang merupakan saingan
lada dan, Ni-s tahun 1624/25 (Kartodjirdjo, 1999: 81). Raja
Indragiri dan Jambi dipaksa menjual lada kepada pedagang Aceh. Selain itu,
Iskandar Muda merusaka kebun lada di Pahang. Sedangkan Pattani menyerah tanpa
adanya penyerangan. Pada, pada 21 dan 22 juli 1621, sultan mengirimkan
kapal-kapal perang ke Perlak dan Langkawi untuk mencabut tanaman lada.Oleh
karena itu, pasaran lada pindah ke Aceh yang dikuasai oleh Iskandar Muda.
Kemudian bandar Aceh ditingkatkan menjadi bandar Internasional dan sultan
memainkan monopoli atas lada.(Ricklefs,2001:86)
Iskandar
Muda juga merusak kantor dagang Belanda dan tidak membiarkan portugis menetap
di puing-puing Batu Sawar. (Lombard, 2006: 135). Akhirnya, ia berhasil
menguasai daerah pesisir sebagian besar Sumatera, dibarat sampai Mokomoko
(Bengkulu) dan disebelah timur sampai keselatan Sungai Indragiri. Semua
kerajaan Kedah, Perak, Pahang, dan Trengganu di semenanjug Malaysia menjadi
sebagian dari kerajaan Aceh. (Ismail Suny, 1980: 33). Selain melakukan ekspansi
politik, Sultan Iskandar Muda menaruh perhatian besar pada agama. Hal ini
dibuktikan dengan pembangunan masjid besar Baitur-Rahman yang berdasar
perkataan Bustan dilakukan oleh Iskandar muda.
Selain
itu, sultan juga membangun taman-taman yang terbentang disebelah selatan
istana, gegunungan menara Permata dan beberapa masjid di daerah lain. Sultan
memerintahkan kepada rakyatnya untuk sembahyang lima waktu, puasa sunah, puasa
ramadhan serta menjauhi diri dari minum arak dan bermain judi. Aceh pada masa
sultan Iskandar Muda dijuluki sebagai serambi mekkah. Seperti yang dirumuskan
dalam hukum dana adat bahwa ulama dalam sejarah Aceh menjadi perumus realitas
dan pengesahan kekuasaan. (Yatim, 2008: 228).
3.
Kehidupan perekonomian
Dalam
kehidupan perekonomiannya, Basis perekonomian Aceh adalah perdagangan dan
pelayaran. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan internasional pertama. Aceh
bukanlah negara bercorak Agraris namun bagian utara Sumatra dikenal sebagai
daerah yang kaya akan hasil bumi baik tumbuh-tumbuhan maupun hasil tambang
Sebelum abad XVI M, (Lombard, 2006: 95). Hasil-hasilnya adalah lada
sebagai komoditas ekspor. Lada banyak diekspor ke Cina dan pedagang barat dari
Pasai, Pidir pada abad XVI. Sebenarnya lada bukan asli tumbuhan dari Aceh.
Melainkan diperkenalkan penanamannya oleh pedagang India pada abad XIV bersama
dengan ajaran islam. (Lombard, 2006: 59). Pusat-pusat penghasilan lada ada di
selatan pantai barat pulau Sumatera, Pasaman, Semenanjung Malayu (pulau
Langkawi dan Kedah). Pada masa pemerintahan sultan Alauddin, perdagangan lada
Bandar Aceh maju pesat. Karena itu, sultan semakin gencar dalam penanaman lada.
Atas kemajuan perdagangan lada tersebut, kesultanan Aceh menjadi sangat makmur.
Aceh mampu membeli kapal-kapal buatan luar negeri untuk memperkuat armada.,
membeli senjata dan mesiu dari bangsa Belanda dan Inggris sehingga Aceh menjadi
negeri kuat, berani mengimbangi Malaka dan ditakuti oleh pihak Portugis.
(Muljana, 2005: 279-280)
Pada
abad XV M, teks-teks Cina dan Tome Pires memasukan sutera dalam penghasilan
utama Sumatra. (Lombard, 2006: 60) sutera dihasilkan dalam
jumlah lumayan banyak di daerah sekitar Aceh. Sutera dari Aceh
kuning dan keras. Sutera dari Aceh dapat dijadikan kain
taf yang cukup bagus. (Lombard, 2006: 101) selain lada dan sutera juga
menghasilkan emas merah 24 karat,Minyak tanah, kemenyan, belerang dan kamper.
(Lombard, 2006: 96-99). Meskipun mempunyai banyak hasil bumi, Aceh masih
mengimpor berbagai barang yang diperlukan, disamping mengekspor komoditi
penting yang laku keras pada perdagangan dan menjadi barang incaran dari bangsa
lain. Berikut ini, komoditas ekspor dan impor dari Aceh.
Komoditas
ekspor
|
Komoditas
impor
|
||
Kayu yang
tinggi nilainya
|
Cendana
|
Bahan makanan
|
Beras
|
Sapang
|
Mentega
|
||
Jenis dammar
|
Gendarukam
|
Gula
|
|
Dammar
|
Anggur
|
||
Teban
|
Kurma
|
||
Sari dan
wangi-wangian
|
Kemenyan putih
|
Logam
|
Timah
|
Kemenyan hitam
|
Besi
|
||
Kamper
|
boraks[24]
|
||
Akar pucuk
|
tekstil
|
Bendela
|
|
Minyak
rasamala
|
Kain tenun
|
||
Kulit kayu masui
|
Barang
kerajinan
|
Tembikar
|
|
Rempah-rempah
|
Lada
|
guci
|
|
Campli puta
|
Bahan
perangsang
|
Candu
|
|
Bunga lawang
|
Kopi
|
||
Gading
|
The
|
||
Lilin (malam)
|
tembakau
|
||
Tali temali
|
Barang mewah
|
Batu karang
(pulam)
|
|
Sutera
|
Air mawar peti
|
Tabel. Komoditas Ekspor Impor Kerajaan
Aceh
2.3.
Keruntuhan Kerajaan Aceh
Kemunduran
Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun
1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta
kesultanan.kemudian juga konflik internal yang disebabkan penolakan para ulama
Wujudiyah terhadap pemimpin perempuan. Para ulama berpandangan bahwa hukum
islam tidak membolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin bagi
laki-laki.selain itu juga konlik dengan Belanda yang terjadi pada akhir abad ke-18
yang memuncak pada abad ke-19.Makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau
Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak,
Deli dan Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Pada tahun 1871 M,
Belanda mulai mengancam Aceh atas restu dari Inggris, dan pada 26 Maret 1873 M,
Belanda secara resmi menyatakan perang terhadap Aceh. Dalam perang tersebut,
Belanda gagal menaklukkan Aceh. Pada tahun 1883, 1892 dan 1893 M, perang
kembali meletus, namun, lagi-lagi Belanda gagal merebut Aceh. Pada saat itu,
Belanda sebenarnya telah putus asa untuk merebut Aceh, hingga akhirnya, Snouck
Hurgronye, seorang sarjana dari Universitas Leiden, menyarankan kepada
pemerintahnya agar mengubah fokus serangan, dari sultan ke ulama. Menurutnya,
tulang punggung perlawanan rakyat Aceh adalah para ulama, bukan sultan. Oleh
sebab itu, untuk melumpuhkan perlawanan rakyat Aceh, maka serangan harus
diarahkan kepada para ulama. Saran ini kemudian diikuti oleh pemerintah Belanda
dengan menyerang basis-basis para ulama, sehingga banyak masjid dan madrasah
yang dibakar Belanda.
Saran
Snouck Hurgronye membuahkan hasil: Belanda akhirnya sukses menaklukkan Aceh.
J.B. van Heutsz, sang panglima militer, kemudian diangkat sebagai gubernur
Aceh. Pada tahun 1903, kerajaan Aceh berakhir seiring dengan menyerahnya Sultan
M. Dawud kepada Belanda. Pada tahun 1904, hampir seluruh Aceh telah direbut
oleh Belanda. Adanya Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi
kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di
Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka
di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk
menguasai Singapura.Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat
Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari
segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di
Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh
dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer
disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan
peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial
Hindia-Belanda.
2.4. Peninggalan
Kerajaan Aceh
1.Masjid
Raya Baiturrahman
Masjid ini adalah masjid yang menjadi sangat terkenal
karena pada waktu tsunami yang terjadi tahun 2004 lalu, masjid ini menjadi
saksi bisu yang tetap kokoh dalam musibah dahsyat ini. Namun tidak banyak yang
tahu bahwa bangunan sekarang ini adalah kreasi belanda.
Bangunan ini dibuat oleh Sultan Iskandar Muda tahun 1022
H/1612 M terletak tepat di pusat Kota Banda Aceh dan menjadi pusat kegiatan
keagamaan di Aceh Darussalam. Sewaktu agresi tentara Belanda kedua pada 10
April 1873, Masjid Raya Baiturrahman sempat dibakar. Namun kemudian, Belanda
membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada tahun 1877 untuk menarik
perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh.
2. Makam
Raja Aceh Sultan Iskandar Muda
Makam keramat yang masih di jaga sekarang adalah makan
Sultan Iskandar Muda, makam ini senantiasa di jaga dan di lestarikan sebagai
bukti sejarah berjayanya islam di Aceh pada masa lalu.
Sultan Iskandar Muda lahir di tanah Aceh pada 27
September 1636, beliau merupakan sultan terbesar dalam sejarah kejayaan
Kesultanan Aceh, saat itu kesultanan Aceh menjadi salah satu pusat perdagangan
dan pembelajaran Islam di Nusantara. Makan Sultan Iskandar Muda berada di
baperis, kelurahan peuniti, kecamatan baiturrahman, banda Aceh. Untuk
menjangkau lokasi pemakaman sangat mudah karena banyak opsi transportasi yang
bisa digunakan.
3. Benteng
Indra Patra
Benteng peninggalan sejarah ini memang sudah lapuk di
makan usia, namun benteng ini masih memiliki bentuk dan masih dinikmati sebagai
objek wisata.
Benteng ini terletak di desa Ladong, Kec Masjid Raya, Kab
Aceh Besar. Disana terdapat sebuah situs sejarah peninggalan kesultanan Aceh
yang hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi objek wisata lokal. Meskipun
sempat dihantam Tsunami, benteng ini tatap kokoh tak lapuk dimakan usia
meskipun sudah berumur ratusan tahun. Sebenarnya benteng ini dibangun oleh Raja
Kerajaan Lamuri, Benteng Indra Patra ini bahkan berlangsung hingga masa Islam
di Aceh benteng ini juga dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kerajaan
Aceh Darussalam.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sebagai salah satu negara dengan mayoritas muslim,
tentunya kita harus tahu jati diri kita sebagai muslim dengan cara mengetahui
sejarah yang membentuk masyarakat kita di masa kini. Tujuan dari pembelajaran
ini tentunya diharapakan selain mengetahui kesultanan aceh, kita juga bisa
membudayakan budaya keislaman kita sebagai penerus kerajaan islam di masa lalu.
Kami selaku pemakalah pula sangat meminta maaf dengan
segala keterbatasannya isi yang di sajikan dalam isi makalah ini. Dengan
referensi yang tentu kurang memuaskan karena kutipannya berupa alamat web yang
bisa diakses di mana saja. Dengan tidak sedikitupun mengurangi rasa hormat kami
terhadap penulisan karya ilmiah, kami memohon maaf yang sebesar besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fahrizal Zulfani Al
Hanif, dalam makalah “Sejarah Perkembangan
Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia” yang di postingkan di
http://kumpulanmakalah96.blogspot.co.id/2016/10/makalah-sejarah-kerajaan-aceh.html
http://iqbalromeo.blogspot.co.id/2012/09/makalah-aceh-darussalam.html
http://www.atjehcyber.net/2010/12/menguak-sejarah-asal-mula-kerajaan-aceh.html
https://rapi05bireuen.wordpress.com/sejarah-aceh/kerajaan-aceh-darussalam-407-tahun-1496-1903-m/