MAKALAH ZONA EKONOMI EKLUSIF (ZEE) DI INDONESIA LENGKAP
MAKALAH LENGKAP
JUDUL : ZONA EKONOMI EKLUSIF (ZEE) DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Konsep dari ZEE telah jauh diletakkan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB pada tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima dukungan aktif dari banyak Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.
Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi. Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan.
Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktivitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan wilayah laut ZEE di perairan Indonesia?
2. Bagaimana implementasi keamanan pada wilayah laut ZEE di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih jauh tentang keadaan wilayah laut ZEE di Indonesia.
2. Agar dapat memahami tentang usaha pemerintah terhadap keamanan yang di miliki Indonesia terhadap wilayah lautnya.
D. Manfaat
1. Bagi masyarakat guna memberi informasi tentang keadaan wilayah laut Indonesia saat ini.
2. Bagi mahasiswa agar lebih memahami tentang keadaan sebenarnya serta usaha pemerintah terhadap wilayah laut Indonesia.
3. Bagi pemerintah agar dapat menigkatkan kualitas keamanan pada wilayah laut Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aspek Historis Zona Ekonomi Eksklusif
Latar belakang lahirnya konsepsi zona ekonomi eksklusif tidak terlepaskan dari tindakan sepihak Amerika Serikat dalam bentuk Proklamasi Truman Tahun 1945. Klaim Negara-negara Amerika Latin dalam mengikuti tindakan Amerika Serikat ini, seperti Chli, Peru Dan Equador sudah jauh menyimpang dari pengertian “continental shelf” dalam arti geologis. Negara-negara ini bukan saja menuntut perluasan yurisdiksi yang ditujukan kepada penguasaan kekayaan alamnya yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya, tetapi juga meliputi perairan diatasnya.
Pada waktu berlangsungnya Konferensi Hukum Laut PBB I di Jenewa Tahun 1958, Peru, negara-negara Amerika Latin mengajukan usul yang dinamakan “economic zone”. Tetapi usul Peru ini tidak mendapat tanggapan yang menggembirakan karena pada waktu itu negara-negara peserta mengangagapnya terlalu ekstrim. Dan oleh Peru usul “economic zone” ini mendapat dukungan negara-negara Afrika dan pada waktu negara-negara Afrika mengadakan seminar di Yaounda salah satu keputusannya berisi dukungan terhadap “economic zone”. Selain mendapat dukungan negara-negara sedang berkembang, konsepsi “economic zone” mulai menarik dukungan negara-negara maju, seperti Kanada dan Norwegia. Walaupun pada mulanya negara Amerika Serikat, Uni Soviet dan negara-negara tak berpantai (“land locked countries”) serta negara-negara yang secara geografis tidak beruntung (“geographically disadvantages”) menentang konsepsi ini, tetapi pada kenyataannya konsepsi “economic zone” dianggap sebagai usul yang dikompromikan dengan diterimanya konsepsi ini sebagai suatu rejim hukum baru dalam Hukum Laut Internasional yang terdapat pengaturannya dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
Sedangkan di Indonesia konsep tentang zona ekonomi eksklusif diawali dengan paham wawasan nusantara yang termuat dalam Deklarasi Djuanda 1957 yang kemudian dituangkan dalam UU No 4/Prp./1960 tentang Perairan, yang menyatakan bahwa Teritorriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 diganti dengan Wawasaan Nusantara atau Archipelago Principle. Paham ini diperjuangkan dalam berbagai konferensi laut internasional antara lain dalam Konferensi Jenewa tahun 1977.
Konferensi ini berhasil menyusun konsep satu paket persetujuan umum, yang dikenal sebagai Informal Compesite Negotiating Text (ICNT). Walau bukan persetujuan resmi, namun ICNT menjadi referensi penting dalam perundingan-perundingan selanjutnya mengenai hukum laut. Dalam konferensi itu, telah diakui prinsip wilayah laut territorial yang lebarnya 12 mil ditambah 188 mil Zona Ekonomi, sehingga seluruhnya berjumlah 200 mil dihitung dari garis dasar laut negara bersangkutan. Kemudian pengumuman tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
B. Pengertian dan Hak Negara Pantai dan Hak Negara Lain di Zona Ekonomi Eksklusif
Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah diluar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan berdasarkan hak-hak dan yuridiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain (Pasal 55 UNCLOS 1982). Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 menyatakan bahwa apabila ZEE Indonesia tumpang tindih dengan ZEE negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia maka batas ZEE antara Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Indonesia dengan negara tersebut.
Dengan diterimanya konsepsi zona ekonomi eksklusif, maka terdapat dua rejim hukum di perairan di atas landas kontinen 200 mil, yaitu perairan zona ekonomi eksklusif 200 mil dari garis pangkal laut teritorial dan perairan di atas landas kontinen diluar 200 mil sebagai laut lepas. Dapat disimpulkan bahwa perairan di atas landas kontinen 200 mil yang berhimpit dengan zona ekonomi eksklusif adalah perairan zona ekonomi eksklusif. Di perairan ini Negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi terhadap kekayaan alamnya di perairannya, dasar laut dan tanah di bawahnya yang meliputi kekayaan hayati dan non hayati dan juga mineral. Sedangkan perairannya tetap merupakan laut lepas yang dapat dilalui oleh kapal-kapal dari semua negara. Di perairan di atas landas kontinen di luar 200 mil sesuai dengan statusnya sebagai laut lepas, maka pengaturannya tunduk pada rejim hukum laut lepas yang dapat dinikmati oleh semua negara-negara baik terhadap pelayarannya maupun sumber-sumber kekayaan alam hayati maupun non hayati termasuk sumber mineral di perairan tersebut.
Bila negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas laut wilayahnya dan sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung didalamnya, terhadap zona ekonomi eksklusif, hanya diberikan hak-hak berdaulat kepada negara pantai untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi di zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin (Pasal 56, UNCLOS 1982). Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyatakan bahwa di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan melaksanakan :
a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnyadan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;
b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1. pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya;
2. penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3. perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi Hukum Laut yang berlaku.
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.(Pasal 4 ayat 3 UU No. 5 Tahun 1983).
Adapun beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 60/Men/2001 Tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.60/MEN/2001 Tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa wilayah perikanan Indonesia termasuk dalam zona ekonomi eksklusif indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia yang menyatakan tentang hak dan kewajiban kapal asing untuk melaksanakan Hak Lintas Damai di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Hasil Laut Yang Ditangkap Dengan Sarana Penangkap Yang Telah Mendapat Izin dinyatakan bahwa impor hasil laut yang ditangkap dan diambil dengan sarana penangkap dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia diberikan pembebasan bea masuk, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Peraturan Presiden RI Nomor 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut yang menyatakan bahwa prosedur penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut termasuk di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia. Sedangkan perjanjian internasional tentang Zona Ekonomi Eksklusif antar negara berdasarkan UNCLOS 1982 belum begitu banyak, Indonesia baru menetapkan Perjanjian ZEE hanya dengan Australia melalui Perjanjian Antar Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu yang ditandatangani di Perth pada tanggal 14 Maret 1997.
C. Pengelolaan dan Pengawasan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Berdasarkan konvensi hukum laut 1982, wilayah perairan Indonesia meliputi kawasan seluas 3,1 juta km² terdiri atas perairan kepulauan seluas 2,8 juta km² dan laut dengan luas sekitar 0,3 juta km² Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas berbagai sumber kekayaan alam serta berbagai kepentingan yang melekat pada ZEE seluas 2,7 juta km² dan hak partisipasi dalam pengelolaan kekayaan alam di laut lepas di luar batas 200 mil ZEE, serta pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut perairan internasional di luar landas kontinen. Pasal 192 – 237 UNCLOS membebankan kewajiban bagi setiap negara pantai untuk mengelola dan melestarikan sumber daya laut mereka.
Kekayaan mineral seperti minyak dan gas bumi, kerang, rumput laut, sponges, dan sumber hayati lainnya menyimpan harapan untuk dikelola sesuai peraturan dan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup di laut. Disamping itu, kerjasama dengan nelayan asing yang sudah maju teknologinya perlu dilakukan, baik mengenai alih teknologi, tukar pengetahuan, maupun dalam hal penjualan hasil tangkapan ikan, cara ini diharapkan nelayan kita bertambah ketrampilannya. Untuk pengelolaan sumber daya alam di zona ekonomi eksklusif ini diperlukan kerjasama dengan negara lain, dengan Pemerintah Daerah dan kerjasama antar sektor.
Pada tahun 2005 muncul gagasan dari Dewan Maritim Indonesia untuk membentuk Badan Penataan Batas Wilayah dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang bertujuan untuk mempertegas kedaulatan negara dan meningkatkan keamanan laut yang memiliki tugas:
1. menuntaskan dan memelihara batas wilayah NKRI;
2. melakukan penelitian dan pengembangan basis data sumebr daya alam kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
3. melakukan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
4. melakukan pengamanan wilayah laut di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
5. mengkoordinasikan pengembangan wilayah pulau-pulau perbatasan dengan instansi terkait di pusat dan daerah.
Dalam upaya penerapan tindakan pemantauan (monitoring), pengendalian (controlling), dan pengawasan (surveillance) secara efektif terhadap kegiatan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di perairan Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan memberlakukan sistem pemantauan kapal atau VMS (Vessel Monitoring System) dengan maksud mempermudah pemantauan seluruh aktivitas kapal. Melalui sistem pemantauan ini, dapat diketahui tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada di Indonesia. Ketentuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO 1995) menetapkan bahwa negara bertanggung jawab menyusun serta mengimplementasikan sistem Monitoring, Controlling, Surveillance terhadap pengelolaan penangkapan ikan. Konvensi hukum laut PBB 1982 menyebutkan pula bahwa pengelolaan sumber daya ikan mempunyai tiga tujuan utama. Pertama, pemanfaatan sumber daya ikan secara rasional. Kedua, pelestarian sumber daya ikan. Ketiga, keserasian usaha pemanfaatan. Dengan ketentuan itu, jelas setiap negara wajib melakukan pengelolaan sumber daya ikan secara lestari dan bertanggung jawab. Dalam konteks inilah VMS sebagai bagian dari MCS menjadi sangat penting dan relevan.
Proyek VMS muncul sebagai akibat dari keprihatinan karena semakin banyak kapal ilegal yang beroperasi, baik lokal maupun kapal asing. VMS juga eksis lantaran ada dorongan untuk mengurangi kerugian negara akibat pencurian ikan (illegal fishing). Permasalahan lain yang cukup serius adalah bagaimana pemerintah dapat menekan adanya kerugian dari sektor perikanan yang mencapai nilai mendekati 2 miliar dollar AS per tahun. Munculnya angka kerugian pemerintah yang mendekati 2 miliar dollar AS per tahun itu adalah karena beberapa penyebab berikut ini. Pertama, adanya penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan ekspornya yang tidak termonitor, sekitar 4.000 kapal yang kerugiannya berkisar 1,2 miliar dollar AS per tahun. Kedua, kapal eks impor dengan penetapan pengadilan negeri sebanyak 475 kapal yang diperkirakan mencapai 142 juta dollar AS tiap tahun. Ketiga, kapal-kapal illegal fishing yang melanggar daerah penangkapan sebanyak 1.275 kapal berkisar 573 juta dollar AS tiap tahun. Keempat, kapal eks impor sebanyak 650 unit dengan anak buah kapal asing yang tidak mengurus (membayar) iuran tenaga kerja sebesar 7,8 juta dollar AS.
Vessel Monitoring System merupakan salah satu bentuk sistem pengawasan yang dapat memantau kegiatan kapal perikanan yang memiliki transmitter. Berdasarkan Surat Edaran Nomor 003/DJ. P2S DKP/2007 maka bagi kapal yang minimal bermuatan 60 GT wajib memasang transmitter. Pembangunan VMS di Indonesia di pegang oleh pihak Departemen Kelautan dan Perikanan yang bekerja sama dengan PT. CLS ARGOS untuk membentuk sistem antara transmitter dan satelit. Terpantaunya posisi kapal karena transmitter yang dipasang di atas kapal akan memancarkan sinyal ke satelit kemudian dikirimkan ke Processing Center untuk diolah lebih lanjut dan disampaikan ke Pusat Pemantauan Kapal Perikanan Direktorat Jendral Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Melalui VMS dapat diketahui kegiatan kapal di laut misalnya sedang melakukan kegiatan penangkapan atau menuju fishing groundpelabuhan yang diinterpretasi berdasarkan kecepatan kapal dan trek kapal dalam jangka waktu tertentu. Melalui layar monitor dari sistem VMS juga terpantau kegiatan kapal yang menjurus ke arah pelanggaran. Beberapa contohnya yaitu, terdeteksinya beberapa kapal asing yang melakukan kegiatan penangkapan di perairan teritorial. Hal ini melanggar UNCLOS Pasal 62 Tahun 1982 yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia yang tertuang dalam UU No.17/1985, karena izin yang diberikan adalah hanya diperairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
D. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Pada tanggal 21 Maret 1980 Indonesia mengumumkan ZEE. Batas Zona Ekonomi Eksklusif adalah wilayah laut Indonesia selebar 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Apabila ZEE suatu negara berhimpitan dengan ZEE negara lain maka penetapannya didasarkan kesepakatan antara kedua negara tersebut. Dengan adanya perundingan maka pembagian luas wilayah laut akan adil. Sebab dalam batas ZEE suatu negara berhak melakukan eksploitasi, eksplorasi, pengolahan, dan pelestarian sumber kekayaan alam yang berada di dalamnya baik di dasar laut maupun air laut di atasnya. Oleh karena itu, Indonesia bertanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam dari kerusakan.
Hal tersebut sesuai dengan Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 yang kemudian mendapat pengakuan dunia pada tahun 1982 saat diadakan Konvensi Hukum Laut Internasional di Jamaika. Lalu bagaimanakah bila dua negara menguasai satu laut yang lebarnya tidak sampai 24 mil? Bila hal itu terjadi maka wilayah laut teritorial ditentukan atas kesepakatan dua negara yang bersangkutan. Batas laut teritorialnya ditentukan dengan garis di tengah-tengah wilayah laut kedua negara yang bersangkutan.
Lalu daerah Indonesia mana sajakah yang masih terlihat abu abu? Berikut ini merupakan beberapa diantara puluhan daerah lainnya seharusnya milik Indonesia;
94 pulau kecil terluar Indonesia
- Pulau Berhala (03 46 38 N 099 30 03 E). Pulau ini terletak di Selat Malaka yang berbatasan dengan Negara Malaysia, setelah dilakukan pengamatan udara ditemukan Mercusuar serta adanya beberapa rumah penduduk disekitarnya.
- Pulau Nipa (01 09 13 N 103 39 11 E). Pulau yang terletak diperbatasan antara Propinsi Riau dengan Negara Singapura.
- Pulau Sekatung (04 47 38 N 108 00 39). Pulau dengan posisi geografis di sebelah Utara Pulau Natuna di berbatasan dengan Vietnam.
- Pulau Miangas (05 34 02 N 126 34 54 E). Pulau ini terletak di Utara Manado yang berbatasan dengan Filipina, setelah dilakukan pengamatan udara terdapat beberapa perumahan penduduk dan dermaga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengumuman tetang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut.
Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya.
Alasan-alasan yang mendorong sebagai berikut:
Ø Persediaan ikan yang semakin terbatas.
Ø Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
Ø ZEE mempunyai kekuatan hukum internasional.
Undang – undang mengenai Zona Ekonomi Eksklusif yaitu Undang – Undang Nomor 5 tahun 1983 dan Undang – Undang Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan.
Isi undang-undang tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah Pasal 1
a. Sumber daya alam hayati adalah semua jenis binatang dan tumbuhan termasuk bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
b. Sumber daya alam non hayati adalah unsur alam bukan sumber daya alam hayati yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
c. Penelitian ilmiah adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan penelitian mengenai semua aspek kelautan di permukaan air, ruang air, dasar laut, dan tanah di bawahnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
d. Konservasi sumber daya alam adalah segala upaya yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
e. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut adalah segala upaya yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Alim Salam, Strategi Pengelolaan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia, 2005
Rosmi Hasibuan, Kaitan Permasalahan Rejim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Dan Landas Kontinen Dalam Konvensi Hukum Laut 1982, 2002
Aninda Wisaksanti Rudiastuti, Jonson L. Gaol, I Wayan Nurjaya, Distribusi Klorofil-A Dari Citra Modis Dan Hubungannya Dengan Aktivitas Kapal Penangkap Ikan dari Vessel Monitoring System, 2007
Diantha Made Pasek. 2002. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Mandar Maju; Bandung.
H Miswan dkk. 2007. konsep perwakilan di daerah untuk pengamanan laut Seiring implementasi millenium development goals (mdg’s). Jurnal Sosioteknologi Edisi 11.
Pritjanto Heru. 2007. Hukum laut internasional. Bayu media publishing; Malang.
0 Response to "MAKALAH ZONA EKONOMI EKLUSIF (ZEE) DI INDONESIA LENGKAP"
Post a Comment