Makalah Peusijuek (Tepung Tawar)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aceh adalah bumi yang penuh budaya dan kaya kearifan lokal. Berbicara tentang Budaya Aceh memang tak habis-habisnya dan tak akan pernah selesai sampai kapanpun. Topik yang satu ini memang menarik untuk dibicarakan terutama karena budaya itu sendiri sesungguhnya merupakan segala hal yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia. Jadi,selama manusia itu ada selama itu pula persoalan budaya akan terus dibicarakan.
Demikian pula halnya budaya Aceh.Salah satunya ialah tentang Tradisi Peusijuek dalam masyarakat Aceh yang masih dilestarikan, meskipun ada beberapa daerah di Aceh yang tidak lagi mengindahkannya. Pada hakikatnya, peusijuek sudah menjadi bagian dalam Islam, khususnya masyarakat Islam di Aceh.
Penelitian ini ingin mengungkapkan bagaimana peusijuek diyakini sebagai sebuah kepercayaan masyarakat Aceh.Peusijuek diyakini oleh masyarakat Aceh sebagai salah satu ritual yang dikaitkan dengan kepercayaan terhadap agama, karena peusijuek tersebut berhubungan dengan nilai-nilai agama, yang mesti dijalankan.
Hal tersebut dapat dilihat dari tiga unsur pertama, pelaku peusijuek, biasanya dilakukan oleh para tengku (ustad) dan tengku inong(ustazah),yang paham agama. Kedua, momen peusijuek, dilakukan ketika akan melakukan pernikahan, khitanan, berangkat haji, dll. Ketiga, doa peusijuek, doa yang dibacakan adalah doa yang ditujukan kepada Allah swt. Dengan menggunakan doa-doa dari Alquran dan sunnah.
Melihat ketiga tinjauan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peusijuek sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai keislaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai islam sehingga menjadi sebuah kepercayaan masyarakat.
Masyarakat Aceh yang dikenal mayoritas beragama islam memiliki adat dan istiadat serta kaya dengan berbagai macam budaya. Hampir semua masyarakat Aceh dari dulu sampai sekarang masih melaksanakan prosesi peusijuek dalam kegiatan-kegiatan yang diyakini perlu diadakannya peusijuek, karena peusijuek dianggap sebagai adat yang harus dilaksanakan.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir peusijuek sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa kelompok masyarakat karena pengaruh era globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin hari semakin pesat.Meskipun banyak yang beranggapan bahwa semua tradisi itu tidak relevan dengan kemajuan teknologi bahkan dianggap kolot dan tidak pantas dilestarikan. Padahal, pandangan tersebut tidaklah wajar.
Prosesi peusijuek sudah sewajarnya menjadi budaya yang harus terus dipertahankan, peusijuek mengandung nilai-nilai agama yang sangat filosofis sehingga peusijuek dianggap sangat sakral pada kegiatan yang diyakaini perlu adanya peusijuek.
Dari uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian.Adapun judul penelitian iniadalah “Tradisi Peusijuek dalam Masyarakat Aceh”.
1.2 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan Latar belakang di atas, yang menjadi tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan data tentang tradisi peusijuek dalam masyarakat Aceh:
1. Hakikat dan tujuan pesijuek
2. Objek Peusijuek
3. Alat perlengkapan peusijuek
4. Tata cara pelaksanaan peusijuek
5. Asal usul peusijuek dan perkembagannya
BAB II
PEMBAHASAN
TRADISI PEUSIJUEK DALAM MASYARAKAT ACEH
2.1 Makna Peusijuek
Istilah peusijuek sebenarnya bukan bagian dari adat, karena menurut penuturan orang-orang tua yang penulis temui bahwa sebenarnya peusijuek tersebut mulanya bagian dari “Reusam”. Oleh karena pertumbuhan dan perkembangan zaman serta sudah membudaya peusijuek tersebut ke dalam masyarakat, maka masyarakat menganggapnya sebagai adat.
Peusijuek merupakan salah satu tradisi masyarakat Aceh yang masih dilestarikan sampai sekarang.Peusijuek dikenal sebagai bagian dari adat masyarakat Aceh.Peusijuek berarti menjadikan sesuatu agar dingin, atau mendinginkan(Tgk. Shaleh Ibrahim). Peusijuek adalah prosesi adat yang dilakukan pada kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan masyarakat Aceh, seperti peusijuek pada uapacara perkawinan, pergi haji, hendak merantau, upacara tinggal di rumah baru, peusijuek keureubeuen (kurban), peusijuek orang kena tabrakan kendaraan yang mengucurkan darah, perkelahian, permusuhan, sehingga didamaikan (Ummi Salma).
Di samping itu, peusijuek juga dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap seseorang yang memperoleh keberuntungan, misalnya berhasil lulus sarjana, memperoleh kedudukan tinggi dalam masyrakat, dan peusijuek kendaraan baru.
Sehingga terciptalah seuntai kata-kata indah yang penuh mengandung arti falsafah dalam acara peusijuek tersebut, yaitu :
Teueng sempena bak breuh padee
Kulet sabe lindung asoe
Beujroh beudoe beuget pie
Bek meupakee sabe keu droe-droe
Beuritek ie teung sempena
Selama-lama beuleupie asoe
Oh seuuem hatee beuleupie utak
Barang gaho jak hana peupaloe
Teueng sepena sisijuek samboe
Lam ie lam toe diduek keudroe
Wate dikeu gob bek meutajoe-tajoe
Han teulanjoe barang gahoe
Taplah boh u teueng sempena
Tiang subra bek meuyo-yo
Reudok keutungkat kilat keusua
Bak beuet yang beuna Allah ridha po
Ungkapan tersebut mengandung arti dan simbol yang mempunyai makna dan bertujuan untuk kesejukan dan perdamaian serta mengajak persatuan yang kokoh dalam ikatan persaudaraan.
2.2 Perlengkapan Peusijuek
a. Persiapan Peusijuek
Dalam kegiatan peusijuek orang yang melaksanakan peusijuek (tengku) harus memahami tata cara dan doa-doa dalam peusijuek walaupun setelah itu disusul oleh orang-orang dekat dari yang dipeusijuek. Prosesi peusijuek dilakukan dengan dibimbing atau diarahkan oleh pelaku inti, tentunya dengan bacaan-bacaan surat Alfatihah dan ayat-ayat pendek lainnya. Terdapat empat unsur penting dalam peusijuek yaitu bahan yang digunakan, gerakan yang dilakukan saat dipeusijuek, doa yang dibacakan menurut acara peusijuek, dan temutuek.
b. Benda-benda yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam peusijuek berbeda-beda, tergantung dari orang yang melakukan peusijuek dan tradisi di suatu daerah.
Menurut Nenek peneliti (Nafsiah), benda-benda yang dipakai pada saat peusijuek ialah talam satu buah, glok ie, breuh pade satu mangkok, bu lukat(nasi ketan) satu piring, beras bersama tumpoe atau kelapa merah, tupong taweue, sangee, boh kruet, garam, gula dan air juga beberapa dedaunan, yaitu oen sineujuek, oen manek manoe, oen naleng samboe, oengaca, oen seukee pulot, oen pineung, oen rehan dan oen sitawa.
2.3 Makna Filosofis Benda yang Digunakan Ketika Peusijuek
Semua benda yang digunakan memiliki makan filosofis tersendiri dan semua dedaunan tersebut diikat menjadi satu dan digunakan sebagai alat mericikkan air.
Adapun bahan yang digunakan, misalnya :
§ Dedaunan
- Oen sineujuek melambangkan dingin (mendinginkan)
- Oen manek-manoe melambangkan kerukunan
- Oen naleng sambo melambangkan kesatuan
- Oen gaca melambangkan keindahan
- Oen sekee pulot melambangkan kewangian
- Oen pineung melambangkan keharmonisan
- Oen rehan melambangkan kemuliaan
Ketujuh dedaunan ataupun benda tersebut disatukan dan diikat menjadi lambang dari kekuatan, yaitu :
§ Beras dan padi, melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan semangat.
§ Air dan tepung, melambangkan kesabaran dan ketenangan.
§ Nasi ketan, melambangkan sebagai pelekat tali persaudaraan.
§ Tumpoe, melambangkan agar tidak ada sifat rakus pada diri manusia.
§ Garam dan gula melambangkan tidak ada perbedaan antara sesama manusia.
§ Boh kruet melambangkan masih percaya dengan adat yang masih berlaku.
2.4 Jenis-jenis Peusijuek
Dalam kalangan masyarakat Aceh, banyak sekali adat peusijuek. Antara lain, yaitu :
1) Peusijuek Peutron Linto Baru
Maksudnya : apabila seseorang pengantin laki-laki ingin turun/ keluar meninggalkan orang tuanya, akan berangkat menuju rumah dara baro (pengantin perempuan), maka orang tua linto baro menepung tawari pengantin tersebut sebagai simbol kerelaan melepas kepergian anaknya menuju rumah calon istrinya.
2) Peusijuek Teurimong Linto Baro dan Dara Baro
Maksudnya : peusijuek pengantin pria maupun pengantin wanita yang baru tiba di rumah calon mertua sebagai simbol pemberian berkah dan merestui perkawinan mereka berdua, semoga mereka dapat hidup rukun, mudah rezeki, dan berbahagia sampai hari tua di akhir hayat nanti.
3) Peusijuek Meu Endam Dara Baroe/ Linto Baroe
Maksudnya : menepung tawari pengantin laki-laki dan pengantin perempuan di waktu dia akan di eundam atau berendam membersihkan muka, merapikan rambut, merapikan alis mata dan memangkas atau mencuci rambut, agar kelihatan rapi apabila dirias sebagai pengantin.
4) Peusijuek Seumanoe Dara Baroe/ Linto Baro
Maksudnya : memandikan pengantin wanita maupun pengantin pria dan dalam acara seumanoe akan ditampilkan ungkapan-ungkapan kata nasihat, peringatan dengan irama lagu yang indah dan diikuti tarian yang menawan.
5) Peusijuek Duek Sandeng
Maksudnya : menepung tawari pengantin yang sedang duduk bersanding di atas pelaminan, dan yang melakukannya memberikan berkah dan restu kepada kedua mempelai, semoga hidup sejahtera.
6) Peusijuek Meukatan Aneuk
Maksudnya : menepung tawari anak yang akan disunat rasulkan, untuk keberkatan serta cepat sembuh dari sunatan tersebut dan mendapat lindungan dari Allah apabila dewasa.
7) Peusijuek Meulanga
Maksudnya : menepung tawari orang yang melaksanakan perdamaian, misalnya perdamaian karena penganiayaan, karena peperangan, dan lain-lain.
8) Peusijuek Utoh Rumoh dan Cok Mata Kayee
Maksudnya : menepung tawari tukang rumah serta mengambil mata kayu, artinya jika seseorang ingin mendirikan rumah tukang yang membuat rumah dan perkakasnya di peusijuek dulu. Selesai peusijuek, utoh melaksanakan tugasnya yaitu memulai pekerjaannya secara simbolik dengan membuat satu buah lubang pahatan pada satu tempat di kayu tiang yang sudah ditandai. Lalu, tgk membacakan doa.
9) Peusijuek Peudong Reumoh
Maksudnya : menepungtawari kayu rumah yang selesai dikerjakan dan akan didirikan, pada pagi hari yang sudah disepakati dan sudah dilihat waktu yang baik.
10) Peusijuek Buka Keudee
Maksudnya : menepungtawari toko yang baru dibuka untuk berjualan, sebelum toko tersebut resmi dibuka untuk umum.
11) Peusijuek Keureuebuen
Maksudnya : menepungtawari hewan kurban, sebelum menyerahkannya kepada penitia kurban dipeusijuek terlebih dahulu oleh sang keluarga si pemilik kurban, dengan niat agar Allah memberkahi keluarga yang menyerahkan dan hewan tersebut dapat diterima sebagai amal dan ibadah.
12) Peusijuek Kenderaan
Maksudnya : upacara menepungtawari kendaraan yang baru dibeli, seperti mobil, kereta roda dua, dan lain-lain yang bertujuan untuk keberkatan.
13) Peusijuek Kilang (Pabrik)
Maksudnya : mempertepungtawari pabrik (mesin yang dapat memproduksi suatu barang yang bermanfaat digunakan masyarakat banyak), sebelum digunakan dipeusijuek dulu.
14) Peusijuek Ureung Jak U Haji dan Wo Haji
Maksudnya : menepungtawari orang mau pergi menunaikan ibadah haji dan begitu pula apabila sudah pulang dari Mekkah, dengan niat agar mendapat berkah dan selamat dalam perjalanan hingga sampai kembali ke kampung halaman.
15) Peusijuek Ureung Lhueh Nibak Bala
Maksudnya : menepungtawari orang terhindar/ lepas dari bala (kecelakaan). Dengan harapan agar di masa mendatang tidak terjadi lagi.
16) Peusijuek Jamee
Maksudnya : menepungtawari tamu yang merupakan suatu acara yang sudah menjadi tradisi dalam kalangan masyarakat Aceh. Peusijuek ini berhubungan erat dengan ketokohan dan wibawa seorang tamu, semakin tinggi wibawa seseorang tamu maka semakin meriah acara peusijuek dilaksanakan.
17) Peusijuek Inong Meuaneuk
Maksudnya : menepungtawari perempuan yang baru melahirkan, sebagai ungkapan syukur dan simpati serta penghargaan kepada anak perempuan yang baru melahirkan tersebut. Hal ini merupakan simbol dari ukhuwah Islamiah dan rasa kedekatan antara sesama warga serta sebagai ucapan selamat kepada yang melahirkan karena telah selamat dan lancar, tidak terjadi kesulitan.
18) Peusijuek Padee Bijeh
Maksudnya : menepungtawari padi yang akan dijadikan sebagai bibit, sebelum padi direndam dan sebelum padi ditaburi ditempat penyemaian maka padi tersebut dipeusijuek terlebih dahulu, pendapat orang Aceh bahwa agar terhindar dari serangan hama yang merusak bibit padi tersebut.
Asal usul peusijuek dan perkembangannya
Sejarah Peusijuk Beberapa pakar sejarah Aceh menyebutkan bahwa Peusijuk merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Hindu.Sejak masuknya Islam ke daratan Aceh, sebagian kebiasaan atau adat masyarakat Aceh yang dianggap tidak bertentangan dengan Islam masih dilestarikan dan diperbolehkan oleh para ulama pada zaman awal Islam di Aceh. Sebagian praktik-praktik animisme dan ajaran Hindu juga masih diizinkan untuk dipraktikkan dengan mengubah ritual-ritual tersebut sesuai dengan ajaran Islam, misalnya jika dulu Peusijuk menggunakan jampi-jampi atau mantra, maka sekarang digantikan dengan membacakan doa keselamatan dan keberkahan untuk orang yang akan dipeusijuk.
Dalam perjalanannya, budaya Peusijuk ini mendapat banyak sorotan dari ulama-ulama reformis.Peusijuk dianggap syirik dan tidak ada dasarnya dalam Al Qur’an dan hadist.Pertentangan terjadi antara ulama reformis dan ulama tradisional yang masih melakukan tradisi ini dalam kesehariannya.Nyatanya, sampai sekarang, Peusijuek masih terus bertahan dan dilestarikan keberadaannya oleh masyarakat Aceh, sebagai sebuah budaya Islam.Mantra-mantra telah diganti dengan doa-doa dalam bahasa Arab atau disesuaikan dengan momen dari Peusijuektersebut.Peusijuek masih dilakukan baik oleh perorangan maupun kelompok. Filosofi Peusijuk Pada tingkat masyarakat biasa,
Peusijuek hanya merupakan kegiatan rutinitas adat biasa walau diyakini mesti dilaksakan.Biasanya prosesi peusijuek dilakukan oleh orang yang sudah tua atau dipandang memiliki kelebihan dalam masyarakat, seperti seorang Tengku (ustadz), atau Umi Chik.(Ustadzah atau wanita yang sudah tua yang menguasai ilmu agama).Orang-orang yang melakukan peusijuek tersebut biasanya yang memahami tujuan dan doa-doa yang dibacakan pada peusijuek.Terdapat tiga unsur penting dari peusijuek, pertama bahan yang digunakan, dari dedaunan, rerumputan, padi, tepung, air, nasi ketan dan tumpoe.
Kedua gerakan yang dilakukan pada saat dipeusijuek, ketiga, doa yang dibacakan menurut acara peusijuek, dan keempat teumutuek (pemberian uang). Gerakan-gerakan pada saat prosesi peusijuek sangat unik, gerakan-gerakan ini hampir menyerupai gerakan pada saat pemujaan-pemujaan dalam agama Hindu.Tetapi, gerakan ini terjadi hanya mengikuti arah memercikkan air dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri dan sesekali disilang.Banyak para Tengku berpendapat bahwa adanya kesamaan ritual Peusijuek dengan praktik pemujaan dalam agama Hindu bukan berarti bahwa Peusijuek tersebut adalah ritual agama Hindu. Karena ritual itu sendiri sangat berbeda baik dari segi tujuan, cara, dan isi dari peusijuek tersebut. Demikianlah ritual Peusijuk yang ada di Aceh dan masih dilaksanakan sampai sekarang. Dari kampung-kampung hingga ke pusat kota. Dari aparat desa sampai pejabat tinggi daerah masih melaksanakan prosesi Peusijuk ini.Inilah warisan budaya dari daerah Aceh yang turut mewarnai kekayaan berjuta budaya Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peusijuek adalah salah satu budaya Aceh yang sampai sekarang masih dilestarikan dan menjadi ritual resmi masyarakat Aceh.Peusijuek sangat berhubungan erat dengan nilai-nilai agama yang mesti dijalankan. Hal tersebut dapat dilihat dari unsur-unsur peusijuek yang terdiri dari tiga hal yaitu: pertama, pelaku peusijuek, kedua momen peusijuek, ketiga doa peusijuek. Melihat ketiga tinjauaun tersebut dapat dikatakan bahwa peusijuek sangat erat dengan nilai-nilai keislaman dan keyakinan terhadap nila-nilai islam, sehingga peusijuek menjadi budaya masyarakat Aceh yang mayoritasnya agama islam.
Peusijuek berarti menjadikan sesuatu agar dingin, atau mendinginkan(Tgk. Shaleh Ibrahim).Peusijuek adalah prosesi adat yang dilakukan pada kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan masyarakat Aceh.
Masyarakat Aceh sekarang, banyak yang tidak lagi menghiraukan tentang semua tradisi dan budaya yang ada dalam masyarakat Aceh. Tradisi peusijuek, banyak yang memberikan tanggapan sebagai sesuatu yang sudah ketinggalan atau tidak sesuai dengan zaman. Berbeda dengan masyarakat Aceh dulu, yang sangat mengindahkan adat dan budaya Aceh, terutama tentang peusijuek.
3.2 Saran
Kepada Mahasiswa Agar lebih mengindahkan tentang adat dan budaya Aceh, agar tidak pudar ditelan waktu dan kemajuan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Umar, Muhammad. 2008. Peradaban Aceh (Kilasan Sejarah Aceh dan Adat). Banda Aceh : CV. Boebon Jaya.
Hasjmy, Ali. 1983. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta : penerbit Beuna.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.
http://destririfhani.blogspot.com/2011/03/adat-dan-budaya-aceh.html
0 Response to "Makalah Peusijuek (Tepung Tawar)"
Post a Comment