Informasi Lainnya

Makalah Sejarah Perkembangan Supervisi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Proses pendidikan di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu sudah ada sejak manusia itu ada. Sebab dari hakekat manusia kita sudah tahu, manusia sudah tidak bisa tumbuh dan berkembang oleh dirinya dan untuk dirinya sendiri. Sejak bayi anak itu sudah membutuhkan pertolongan dari orang tua dan sanak familinya agar dapat berkembang dengan baik. pada masa kanak-kanak mereka juga ditolong oleh orang lain dalam lingkungannya, begitu juga menjelang dewasa mereka tetap mendapat pertolongan dari anggota–anggota masyarakat yang lebih luas untuk meyempurnakan perkembangannya. Macam-macam pertolongan itu disadari atau tidak oleh anak bersangkutan adalah merupakan pendidikan untuk membantu mengembangkan dirinya.


            Membangun peradaban sebuah bangsa pada hakikatnya adalah pengembangan watak dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Fitrah adalah titik tolak kemuliaan manusia, baik sebagai bawaan seseorang sejak lahir atau sebagai hasil proses pendidikan. 
Makalah Sejarah Perkembangan Supervisi Pendidikan

            Pada hakikatnya, pendidikan merupakan upaya membangun budaya dan peradaban bangsa. Oleh karena itu, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
            Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
            Pendidikan adalah salah satu unsur paling penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan proses pendewasaan diri manusia itu sendiri serta selain itu pendidikan juga merupakan proses pembentukan pribadi dan karakter manusia. Kemudian, pada satu fokus yang lebih khusus yaitu pendidikan formal, manusia diberikan dasar-dasar pengetahuan sebagai pegangan dalam menjalani hidup dan menghadapi kenyataan hidup dimana didalam pendidikan formal dalam hal ini adalah sekolah menjadi suatu jenjang yang mungkin memang sudah selayaknya dilalui dalam proses kehidupan manusia. Kemudian dalam pendidikan sekolah itu, manusia juga selain melatih kedewasaan juga mengasah intelektualitasnya dan kompetensinya dalam tanggung jawab dan kesadaran.

B. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan sejarah perkembangan Supervisi pada abad 18 dan 19
2. Menjelaskan perkembangan Supervisi pada zaman sekarang.
3. Menjelaskan perkembangan Supervisi pada masa mendatang.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan Supervisi pada abad 18 dan 19 ?
2. Bagaimana perkembangan Supervisi pada zaman sekarang ?
3. Bagaimana prospek perkembangan Supervisi pada masa mendatang ?


BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Perkembangan Supervisi
A. Supervisi pada masa-masa awal
            Proses pendidikan di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu sudah ada sejak manusia itu ada. Pada zaman Yunani kuno sistem pendidikan yang sifatnya sistematis seperti sekarang belum ada, yang ada ialah pendidikan yang bersifat individual. Nampaknya inisiatif untuk belajar timbul dari individu-individu yang ingin mengetahui sesuatu. Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk dipelajari adalah pelajaran untuk menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum masehi. Kemudian pada tahun 400 sampai 350 tahun sebelum Masehi materi pelajaran di tambah dengan belajar membaca. Jadi yang dipelajari pada waktu itu adalah membaca dan menulis. yang mengajar bukanlah guru-guru, melaikan tutor, yang menuntut keterampilan untuk melatih para siswa untuk menulis dan membaca.
            Pendidikan mendapat perhatian yang sangat penting ialah pada zaman Sparta. Pemerintah pada waktu itu sudah menyadari akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan bertugas mengembangkan, mempertahankan, dan melindungi Negara. Menyadari akan pentingnya pendidikan timbullah supervisor yang disebut Paidonomous. Guru dan tutor tidak ada. Yang melatih para siswa ialah para supervisor itu dengan hak kontrol yang absolut. 
            Pada zaman Athena pendidikan lebih maju dan lebih dihargai dari pada zaman-zaman sebelumnya. Perhatian dicurahkan pada pengembangan profesi dan spesialis. Terjadilah pertemuan-pertemuan guru dengan siswa untuk mendiskusikan sesuatu, pemikiran-pemikiran filsafat pun muncul. Ahli-ahli pikir yang terkenal pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan Aristoteles. Kerajaan Romawi mewarisi kebudayaan Yunani yakni kesenian, ilmu, dan pendidikan maju dengan pesat. Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirikan sekolah Grammar yang mempelajari bahasa latin. Grammar dipandang mampu atau sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan daya pikir dan logika para siswa. Begitu pula pada zaman ini perbaikan-perbaikan pengajaran dan kurikulum sudah dimulai.
            Pada zaman pertengahan disamping sekolah Grammar dan Sekolah Catechimus (agama) didirikan pula Sekolah Membaca dan menulis tingkat dasar. Nampaknya ada usaha dari pemerintah untuk memperluas kesempatan belajar bagi masyarakat umum. Pada zaman ini supervisi diberikan kepada sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan dan guru-guru sebagai pelaksanaan pendidikan. Ada dua macam supervisi pada zaman pertengahan, yaitu supervisi dari pihak negara dan supervisi dari pihak agama. Supervisi dari pihak negara bertujuan membina sekolah beserta aktivitas-aktivitasnya agar sejalan dengan keinginan dan garis yang di berikan oleh negara. Sedangkan supervisi dari pihak agama yang bertugas dari kalangan agama berkewajiban membina atau mengawasi materi pendidikan agama dan moral. Kedua macam supervisi ini tidak banyak memperhatikan kualitas pengajaran dan kondisi pendidikan.
            Supervisi pendidikan pada zaman revolusi kaum protestan sekitar tahun 1600 mempunyai tujuan tersendiri sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Para Supervisor diberi tugas oleh para pengelolah pendidikan untuk membantu mencetak ahli-ahli yang sanggup mengadakan pertentangan suci kepada para filosuf dan ahli teologi Katolik.
Sejalan dengan perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di Amerika Serikat pun mengalami perkembangannya yang lamban. Pada abad-17 mula-mula banyak pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor. Rupanya sekolah-sekolah tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau otoritasnya berkurang, tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau menerima mereka dengan catatan nama supervisor diganti dengan guru super. Dengan nama baru ini mungkin dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap berada di bawah hirarki kepala sekolah. Perkembangan selanjutnya ialah hanya kepala-kepala sekolah yang sudah senior/professional saja yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan supervisi. Tetapi dengan besarnya pendirian sekolah-sekolah baru pada abad ke-19, para supervisor dan kepala sekolah yang senior/professional ini tidak dapat melakukan tugas terhadap begitu banyak sekolah. Akhirnya supervisi diserahkan kepada kepala-kepala sekolah namun tugas utama mereka tetap mengurusi ketatausahaan dan menegakan disiplin, sedangkan supervisi adalah sebagai tugas terakhir.



B. Supervisi pada abad ke-18
            Supervisi pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia kantor atau panitia sekolah atau anggota-anggota badan pendidikan. Mereka ini diangkat karena kemahiran-kemahiranya akan metode-metode mengajar. Pada waktu-waktu tertentu mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat guru-guru mengajar. Mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu muncul istilah inspektur bagi mereka. Tugas mereka adalah untuk megetahui sampai di mana kepandaian guru-guru itu mengajar, bukan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang dibuat oleh para guru.
            Namun para supervisor ini hanya merupakan alat pencatat saja bagi kepentingan atasannya, mereka hanya menulis apakah guru-guru itu sudah bekerja dengan benar atau masih salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab apa yang patut dilakukan guru sudah ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah mempunyai aturan-aturan dan standar yang harus dilakukan. Tugas supervisor adalah mengontrol sekolah apakah sekolah itu sudah melaksanakan aturan dan standar itu atau belum. Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki diri. Nampaknya kreatif guru juga kurang dihargai dan diperhatikan.
            Kontrol pendidikan seperti ini juga dirasakan di Indonesia di abad itu. para guru umumnya merasa takut bila didatangi supervisor yang lebih dikenal sebagai kontroler. Mereka sering datang tiba-tiba, dengan tidak memberitahukan terlebih dahulu. Mereka yang sebagian besar terdiri dari penjajah bangsa Belanda secara penampilan sudah menakutkan. Kontrol seperti ini dapat membuat sekolah berdisiplin tinggi, tetapi kreativitas guru-guru atau sekolah cenderung mati. Yang melakukan supervisi di Amerika Serikat ialah kebanyakan orang-orang yang menjadi anggota organisasi pendidikan atau orang-orang yang cinta akan pendidikan, mereka itu terdiri dari para pendeta, pengawas sekolah, para wali siswa, orang-orang pilihan, warga negara tertentu dan anggota panitia. Tugas mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah dengan perhatian utama ditujukan kepada efektivitas pengajaran yaitu: menulis, membaca dan menghitung. Sebagai pecinta pendidikan bukan ahli mendidik, mereka diragukan apakah dapat memperbaiki pengajaran atau tidak.


C. Supervisi pada abad ke-19
            Pada abad ke-19 kedudukan Pengawas sekolah sudah meningkat. Mereka secara resmi dikatakan supervisor sekolah. mereka pada umumnya adalah para pegawai kantor pengawas pendidikan yang di Indonesia dapat disamakan dengan Kantor Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten maupun Kecamatan. Hal ini disebabkan karena mereka kini sudah berkembang menjadi orang-orang professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19 sudah bersifat professional.
            Tugas para supervisor pada abad ini tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru, tidak lagi bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan individualitas guru, kewajiban supervisor semakin meluas. Kini tugas mereka adalah memperbaiki proses pendidikan, menunjukkan kepada guru bagaimana mengajar dengan baik, membimbing guru serta memberikan kesempatan mengeluarkan pendapat dan berdiskusi. Guru-guru yang memiliki kemampuan kurang dan guru-guru yang baru selesai study dibantu lewat penataran.
            Dalam hal ini supervisor bertindak sebagai penyelenggara, sedangkan menatar dilakukan oleh orang-orang yang lebih ahli (spesialis-spesialis). Sifat penataran sebagian besar ditekankan kepada memberikan contoh-contoh nyata sebagai guru dengan aktivitas-aktivitasnya yang baik (Lucio, 1979, 4-5). Para penatar akan dicontoh kepribadiannya, cara membawa diri dalam proses belajar mengajar, caranya mengajar, membimbing para siswa, menilai dan sebagainya.
            Supervisi pada abad ke-19 sudah dipandang penting bagi kemajuan pengajaran. Oleh sebab itu supervisor lebih diatas tingkatannya dari kepalah sekolah. Kedudukan supervisor lebih ditonjolkan karena kewajibannya dipandang lebih utama dari pada kewajiban kepala sekolah yaitu memperbaiki, mempertahankan, dan mengawasi proses pendidikan. Namu demikian keduanya baik supervisor ataupun kepala sekolah melaksanakan fungsi supervisi. Tetapi supervisi dari kepala sekolah tidak begitu lancar disebabkan oleh tugas-tugas ketatausahaan sekolah. Pada abad ini supervisor-supervisor spesialis sudah mulai dikembangkan seperti ahli dalam bidang kurikulum, ahli dalam administrasi, ahli dalam keuangan dan sebagainya. Teknik-teknik supervisi juga mulai dikembangkan dan ditingkatkan, termasuk teknik pembinaan guru yang bersifat manusiawi.
D. Supervisi Ilmiah
            Revolusi teknologi dan revolusi industri yang terjadi pada abad 18 dan 19 membuat perubahan pada dunia produksi, perdagangan, manajemen, dan juga di dunia pendidikan. Pada tahun 1911 Fredrick Tylor yang di pandang sebagai bapak manajemen ilmiah menerbitkan buku yang berjudul “Principle Of Scientific Management” (Robins, 1982 hal.36) prinsip-prinsip manajemen tersebut adalah 
(1) Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara ilmiah 
(2) Seleksi dan latihan petugas harus dilakukan secara ilmiah, 
(3) Kerja sama manajemen dengan pekerja mengikuti metode ilmiah
(4) Ada kesamaan antara manajer dan pekerja. 
            Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami bahwa manajemen ilmiah menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah ditentukan dengan jelas dan dengan cara yang sudah dipahami secara jelas pula. Sejalan dengan prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber mengembangkan struktur organisasi yang dia sebut birokrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut (hoy, 1987 hal. 52): 
(1) Spesialisasi 
(2) Orientasi Imperonal 
(3) Hirarki Otoritas, 
(4) Peraturan-peraturan 
(5) Orientasi prestasi kerja.

E. Supervisi Manusiawi 
            Pada tahun 1920 banyak protes diajukan terhadap metode dan kurikulum yang diberikan secara otoriter dari para administrator sekolah. Mereka tidak setuju kalau semua prinsip pendidikan ditentukan sendiri oleh pimpinan. Hasil studi Hawthrone (Hoy 1979 hal.9) menunjukan sosial para pekerja (guru-guru) yang baik akan meningkatkan keakraban kerja. Kelompok ini akan membentuk struktur sosial yang informal dengan norma, nilai dan kesensitivannya yang semuanya memberi efek kepada perfomannya. Para penganut aliran ini tidak setuju memperalat guru untuk mencapai maksud atasan. Mereka percaya bahwa kepala sekolah, supervisor dan guru-guru bersama mempunyai kemauan dan bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan. Guru-guru perlu dihormat. Dan hubungan baik secara vertical maupun secara horizontal di sekolah perlu dikembangkan.
            Dengan demikian diharapkan guru-guru akan lebih berprestasi dan akan berdampak positif bagi peserta didik. Tugas supervisor bukanlah mencari undang-undang atau peraturan yang akan dilaksanakan di sekolah serta mengontrol guru agar menepati undang-undang itu. Tugas supervisor bukan menginspeksi guru-guru, melainkan membimbing mereka. Supervisi adalah suatu proses pengembangan kompetensi guru secara maksimum sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga mencapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi. Mereka didorong untuk berkembang, mereka dimotivasi untuk berinisiatif, mereka diajak berpartisipasi menentukan kebijakan sekolah. Pandangan, pendapat dan pikiran mereka dimanfaatkan. Dengan demikian tugas supervisor adalah menciptakan iklim sekolah yang santai dan memperluas partisipasi dikalangan personalia sekolah (Lucio 1979 hal.11), disamping itu juga tugas memperbaiki staf pengajar. Yang dimaksud dengan iklim sekolah yang santai adalah suatu iklim yang tidak tegang akibat kontrol yang ketat untuk melaksanakan aturan-aturan sekolah secara tepat, melainkan suatu bentuk hubungan kerja sama yang fleksibel, dapat berdisiplin bila suasana membutuhkan dan tidak formal bila dikehendaki.

F. Supervisi pada zaman sekarang 
            Supervisi ini mempunyai ciri-ciri dinamis dan demokratis yang merefleksikan vitalitas pemahaman kepemimpinan yang berbobot (Neagly, 1980 hal.1). Lebih jauh karakteristik supervisi modern dikatakan sebagai berikut.
            Pertama, menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan supervisi. Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses yang menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
            Kedua ialah demokratis, istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti dan memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.
Supervisi yang dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak inisiatif dalam melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya mengamati, mengontrol, mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas dari pada itu. Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar mengajar memberi hasil yang baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang baik, memonitoring guru-guru agar tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah, mencari sebab sebuah kesalahan, memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak hanya mencari kesalahan guru, tidak pula hanya memperbaiki kesalahan guru, tetapi juga berusaha mengadakan preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat salah. Hal ini dilakukan dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang dihadapi, itulah sebabnya mengapa supervisor itu perlu aktif, kreatif dan berinisiatif. 
            Untuk mempermudah pelaksanaan tugas, supervisor perlu mengerti atau memahami kepribadian setiap guru. Setiap guru dan personalia sekolah memiliki kepribadian yang unik. Supervisor harus memahami keunikan setiap individu yang dibinannya. Pemahaman terhadap individu merupakan strategi bagi supervisor dalam aksinya mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi individu tersebut. Setiap guru membutuhkan teknik pembinaan tersendiri sesuai keunikan mereka masing-masing.
Supervisor juga membutuhkan kesensitivan dalam berkomonikasi dengan guru dan juga harus peka agar cepat tahu apa permasalahan yang dihadapi oleh guru. Pengetahuan ini memberikan jalan baginya untuk mengatur strategi lebih lanjut.
            Supervisor dengan kepemimpinannya akan berusaha mengadakan kerjasama dengan guru-guru dan personalia sekolah lainnya dalam usaha meningkatkan proses belajar mengajar disekolah. Supervisor berusaha menciptakan suasana kondusif, sehingga memungkinkan saling memberi dan saling menerima. Dalam situasi seperti ini tidak ada satupun yang mendominasi kelompok. Setiap anggota kelompok merasa berharga bisa dihargai dan diperhatikan. Situasi dan perasaan seperti ini memungkinkan penyelesaian suatu masalah atau diskusi bisa berjalan lancar.
            Supervisi secara demokratis tersebut di atas tidak mudah dipraktekkan. Dalam pertemuan-pertemuan pendidikan antara atasan sebagai supervisor dengan bawahan di Indonesia sangat langkah dijumpai proses demokrasi. Pada umumnya kelompok masih didominasi oleh pemimpin. Hal ini dibenarkan oleh hasil penelitian Beeby (1979, Hal. 86) yang mengatakan bahwa sikap guru–guru di Indonesia bersifat tradisional yang otoriter, yaitu menunggu instruksi atasan untuk mengadakan perubahan.
Ketiga adalah komprehensif. Suatu yang supervisi berlangsung dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk dan isi supervisi untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan memudahkan para siswa mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup sulit bagi siswa kalau ia sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke cara yang monoton misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan metode belajar mengajar dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi.
Kesamaan metode belajar mengajar disini tidak sama persis untuk semua tingkat sekolah dan semua bidang studi melainkan yang sama adalah prinsipnya. Misalnya semua menggunakan prinsip Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sehingga belajar dari siswa dari tingkat sekolah ke tingkat yang lain menjadi lancar karena sudah biasa dengan KTSP. Begitu pula materi yang dipelajari secara prinsip sama yaitu dapat menunjang pembentukan manusia seutunya, hanya tingkat kesukaran yang perlu berbeda. Selain komprehensif ditujukan kepada kurikukulum, juga komprehensif terhadap personalia sekolah mencangkup kepalah sekolah, para guru, para pegawai tatausaha dan para siswa diarahkan dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Mark membuat perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern yang ia kutip dari Burton dan Brueckner (1978 hal. 12) yaitu supervisi tradisional adalah (1) meginspeksi, (2) terpusat pada guru , (3) berkunjung dan berdiskusi, (4) perencanaan yang sederhana, (5) memergoki dan otoriter dan (6) biasanya satu orang. Sedangkan supervise modern ialah (1) pragmatis dan menganalisis, (2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan lingkungan, (3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, (4) Perencanaan dan organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, (5)memotivasi dan bekerja sama, dan (6) oleh orang banyak. Perbandingan ini memperjelas apa yang dimaksud dengan supervisi yang bersifat komprehensif. Ini merupakan karakteristik terakhir dari supervisi modern menurut pandangan Neagley.
            Sergiovani membedakan supervisi tradisional dengan supervisi modern dari segi perlakuan terhadap personalia sekolah yang dia sebut sebagai variable perantara (mediating variables). Supervisi tradisional tidak memakai variable ini sebaliknya supervisi modern menggunakannya dan lebih berhasil.
            Ada tiga variable dalam hubungan dengan supervisi pendidikan. Variabel-variabel tersebut ialah variable awal (initiating variables) yang mencangkup:
1.      Supervisor yang memegang referensi untuk teman-temannya, para bawahan dan dirinya sendiri.
2.      Pola-pola perilaku administrasi dan supervisi
3.      Elemen-elemen struktur organisasi
4.      Sistem otoritas 
5.      Tujuan sekolah dengan pola untuk mencapainya
           
            Variabel kedua ialah variable perantara yang mencangkup:
1.      Sikap guru dan personalia sekolah lainnya terhadap jabatan dan antar hubungan mereka.
2.      Tingkat kepuasan bekerja.
3.      Komitmen staf terhadap tujuan sekolah.
4.      Gambaran tujuan sekolah yang dimiliki oleh guru-guru.
5.      Tingkat kesetian guru-guru.
6.      Kepercayaan dan keakraban antar personalia sekolah.
7.      Kemauan untuk mengontrol kepercayaan tersendiri.
8.      Fasilitas untuk berkomunikasi.
           
Variabel yang ketiga ialah variable kesuksesan sekolah yang mencakup:
1.      Tingkat performan guru-guru dan personalia sekolah lainnya.
2.      Tingkat performan para siswa.
3.      Tingkat perkembangan dan pertunbuhan para siswa.
4.      Peningkatan organisasi personalia sekolah.
5.      Laju presensi dan absensi staf.
6.      Laju absensi dan drop out para siswa.
7.      Kualitas hubungan sekolah dengan masyarakat.
8.      Kualitas hubungan personalia sekolah.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Perkembangan Supervisi sudah ada pada sebelum abad 18 dan 19. Tugas para supervisor pada abad 18 hanya menitikberatkan pada mengawasi sekolah saja. Akan tetapi pada abad 19 tugas para supervisor sudah meningkat, yaitu tidak hanya mengontro; dan mencatat kesalahan guru, tidak lagi bersikap otoriter dan otokratis akan tetapi juga memperhatikan karakteristik individualitas masing-masing guru .
            Supervisi modern adalah supervisi yang memperhatikan antara hubungan personalia sekolah, menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan kemampuan mereka masing-masing. Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan suatu strategi dalam membina profesi mereka sebagai pendidik, yang dilakukan dengan metode intelegensi praktis yang bersifat demokratis. Supervisi dilakukan dengan cara komprehensif, yaitu dengan cara menyamakan prinsip-prinsip yang di pakai dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip materi dengan baik secara vertical maupun secara horizontal.
            Perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern yang ia kutip dari Burton dan Brueckner (1978 hal. 12) supervisi tradisional adalah : 
(1) meginspeksi, 
(2) terpusat pada guru , 
(3) berkunjung dan berdiskusi, 
(4) perencanaan yang sederhana, 
(5) memergoki dan otoriter 
(6) biasanya satu orang. 
Sedangkan supervise modern ialah 
(1) pragmatis dan menganalisis, 
(2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan lingkungan, 
(3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, 
(4) Perencanaan dan organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, 
(5) memotivasi dan bekerja sama, 
(6) oleh orang banyak. 
B. Kritik Dan Saran 
            Dalam makalah ini tentunya banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam segi penulisan dan pemilihan kata-kata. Maka kami sebagai manusia biasa meminta kepada para pembaca agar tidak segan-segan memberikan saran dan kritik yang tentunya bisa menambah kemajuan kami dalam hal menuntut ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia. Semoga makalah ini menambah wawasan para pembaca dan juga bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Alipandie, Imansjah, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional,1984,cet.1
Ismail SM., Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang : RaSAIL Media Group, 2009, cet.4
Ngalim, Purwanto, Drs.M, 1987, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung : CV. ALFABETA, 2008, cet. 4.
Sahertian, Piet A., Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia, Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2008, Cet. 4.
http://denovoidea.wordpress.com/2009/02/23/supervisi-pengajaran-antara-konsep-dan-praktik/

http:// Chenly Waworuntu.Blogspot.com/2011/04/01/Pola-Supervisi-Pendidikan- Sejarah-Perkembangan-Supervisi.htm

0 Response to "Makalah Sejarah Perkembangan Supervisi Pendidikan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel