Informasi Lainnya

Makalah Nilai Pada Kompetisi Dalam Kebaikan

Nilai Pada Kompetisi Dalam Kebaikan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Allah SWT telah menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling kenal mengenal. Allah SWT juga telah menurunkan kepada ummat manusia setiap masa seorang Rasul dengan membawa syari’atnya masing-masing. Kita tahu ada ummat Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Islam, serta ummat yang lain. Setiap ummat pemeluk agama ( Kabilah ) mempunya kiblat sendiri, Orang Yahudi mempunyia Kiblat sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Orang Nasrani juga mempunyai kiblat sendiri yang mereka  menghadap kepadanya. Allah memberi petunjuk kepada Ummat muhammad kepada Kiblat yang di ridhoi Allah SWT yaitu Ka’bah.
Ummat Islam di perintah oleh Allah SWT untuk berlomba-lomba dengan ummat yang lain dalam berbuat kebaikan, semua perbuatan akan mendapatkan penilaian dari Allah SWT, amal siapakah yang dinilai baik oleh Allah SWT? Jawabannya tentu harus di kembalikan kepada Allah SWT.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu : Nilainilai positif pada kompetisi dalam kebaikan (Pastabiqul Khairat, Optimis, Dinamis, inovatif dan kreatif)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Berkompetisi
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
2.2  Pengertian Kebaikan
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jikatingkah laku tersebut menuju kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.

2.3  Ayat-ayat Al-Quran tentang berkompetisi dalam kebaikan
 
Fastabiqul khairat adalah satu prinsip penting untuk meningkatkan kualitas hidup seorang muslim. Ayat ini memberi keterangan bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki acuan atau kiblat mengenai sumber rujukan perilaku. Dengan kata lain, setiap masyarakat memiliki rujukan pedoman perilaku hidupnya masing-masing.
Dalam sejarah kehidupan manusia, setiap kurun peradaban manusia memiliki sumber rujukan atau pedoman hidup masing-masing. Pada zaman Nabi Musa, sumber rujukan nilainya adalah Kitab Suci Taurat, pada zaman Nabi Daud bersumber pada Kitab Zabur, sedangkan pada masa Nabi Isa bersumber pada Kitab Suci Injil. Hal ini menunjukkan keterangan bahwa Al Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 148 mengandung uraian sejarah yang tepat dan ada buktinya.
Kebenaran maksud dari kalimat “tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya” dibuktikan dalam kehidupan manusia zaman sekarang. Orang Islam memiliki sumber rujukannya sendiri, begitu pun orang-orang nonmuslim.
Menghadapi kenyataan seperti ini, Al Qur’an memberikan keterangan bahwa setiap muslim perlu mengedepankan sikap yang siap berkompetisi dalam hal kebajikan. Artinya, setiap di antara kita perlu mengutamakan semangat kompetisi atau semangat berlomba untuk kebajikan. Inilah nilai hakiki dari ayat yang dikemukakan Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 148.
Ayat ini pun memberi keterangan bahwa berbuat baik itu tidak mesti karena kita sedang berada di satu tempat (misalnya di masjid atau di sekolah). Dimanapun kita berada, bila ada kesempatan untuk berbuat baik, seorang muslim harus senantiasa memanfaatkannya sebagai peluang atau lahan ibadah.
Berbuat baik atau berlomba dalam kebaikan tidak mesti hanya di lingkungan sekolah, di rumah, atau di masjid. Pada tempat-tempat tersebut, kita tetap untuk menjunjung tinggi dan berlomba dalam kebaikan, namun di lingkungan RT/RW, kelurahan, lapangan sepakbola, pasar, mall atau di tempat kerja pun, semangat berlomba dalam kebajikan ini harus terus dijunjung tinggi. Hal ini dikarenakan sesungguhnya, Allah Swt akan tetap mengumpulkannya sebagai bagian dari amal sholeh seorang muslim. Berikut ini penjelasan Al Qur’an Surat Al-Fatir ayat 32.

Dalam ayat tersebut, terkandung tiga pelajaran yang menarik. Pertama, Al Qur’an ini diwariskan kepada orang-orang yang dipilih. Secara umum, Al Qur’an memang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Namun dalam pelaksanaannya,isi dan kandungan dalam Al Qur’an ini hanya berguna bagi mereka yang meyakini kebenaran Al Qur’an itu sendiri. Orang-orang yang beriman kepada kandungan isi Al Qur’an itulah yang disebut sebagai kelompok pilihan sebagaimana yang dinyatakan pada awal ayat.
Kedua, Al Qur’an membagi tiga kelompok manusia dalam menghadapi Al Qur’an, yaitu:
  • Mereka yang menolak Al Qur’an. Kelompok ini disebut sebagai kelompok yang menzalimi diri sendiri. Artinya, kelompok orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya.
  • Kelompok yang menerima Al Qur’an setengah-setengah atau disebut muqtashid, yaitu orang-orang yang memilih-milih ajaran Al Qur’an sesuai dengan kepentingan nafsunya sendiri.
  • Kelompok orang yang menerima Al Qur’an sepenuhnya dan mereka berlomba-lomba dalam kebajikan.
2.4  Perilaku Kompetisi
Semenjak dulu sampai masa modern ini, semangat berlomba-lomba merupakan kata kunci utama seseorang untuk meraih hasil yang terbaik. Orang yang memiliki semangat kompetisi, dia akan berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita atau impiannya. Orang yang memiliki semangat kompetisi inilah, yang mampu menunjukkan diri sebagai orang yang berjiwa optimis dan pekerja keras.
Sementara itu, mereka yang tidak memiliki semangat kompetisi adalah mereka yang kalah, pesimis, atau tidak punya cita-cita mulia. Orang seperti ini cenderung akan menjadi orang yang tersisihkan atau mengalami kegagalan dalam hidup.
Mari perhatikan sekeliling hidup kita, adakah sesuatu hal yang tidak menunjukkan semangat perlombaan? Seekor hewan untuk mendapatkan makanan dia harus berlomba dan berkompetisi dengan kawanan hewan yang lainnya. Begitu pun kita sebagai manusia.
Perbedaan antara hewan dan manusia itu adalah landasan nilai atau etika berlombanya itu sendiri. Hewan berlomba untuk meraih makanannya, namun mereka berlomba dengan kekerasan. Begitu pula orang-orang yang jauh dari nilai-nilai agama. Kelompok manusia yang tidak mengenal etika agama, akan melakukan perlombaan dalam hidupnya dengan semangat yang tidak terpuji, misalnya berlomba dalam bidang bisnis dengan cara korupsi atau melanggar etika agama.
Seiring dengan hal ini, Islam memberikan tuntunan kompetisi dalam hidup ini harus dalam bentuk perlombaan dalam kebajikan (fastabiqul khoirot) dan bukan berlomba dalam bidang keburukan atau kejahatan. Perlombaan yang terakhir itu merupakan perlombaan yang dilarang dalam Islam dan hanya akan merugikan manusia itu sendiri.
Kekeliruan yang sering terjadi dalam hidup ini, yaitu mencontoh pada perilaku keburukan. Kalangan generasi muda modern ini, sering menggunakan alasan, “Ah … anak tetangga yang kaya pun ternyata tidak puasa."
Prinsip yang menginduk atau mencontoh keburukan orang lain seperti ini merupakan prinsip yang tidak sejalan dengan prinsip Islam yang mengajarkan pentingnya berlomba-lomba dalam kebajikan.
Berbagai hal dapat dilakukan dan dapat diraih dengan mengutamakan semangat perlombaan. Bila ingin meraih kesuksesan dalam belajar, kita bisa berujar bahwa “Orang lain makan nasi, saya juga makan nasi. Orang lain bisa pinter dengan menghapal pelajaran 2 kali balikan, maka saya harus belajar 3 kali balikan supaya mampu meraih prestasi lebih baik." Semangat seperti ini adalah semangat yang positif dan sesuai dengan semangat fastabiqul khoirot.
Dalam mengembangkan semangat perlombaan dalam kebajikan ini, seorang muslim harus memiliki beberapa sikap seperti ini.
  • Mencontoh dari orang yang terbaik dan ambil yang terbaiknya,
  • Melihat contoh kerja yang terbaik dan melakukan dengan lebih baik lagi, dan
  • Bila orang lain belum melakukan terobosan yang positif, maka kita yang harus mendahuluinya. Dengan semangat seperti ini, keberhasilan dan kesuksesan akan dapat dengan mudah diraih oleh orang tersebut.
Pada kenyataannya, memang tidak banyak orang yang memiliki kegemaran untuk melakukan kerja-kerja yang terbaik dan berlomba dalam kebajikan. Generasi muda saat ini lebih banyak melakukan hal-hal yang kurang baik dan tidak maksimal sehingga hasil yang dicapainya pun kurang maksimal.
Ketika belajar di kelas misalnya, pada saat guru memberikan tugas belajar, banyak siswa yang hanya mengerjakan tugas dengan “waktu paling tepat dan jumlah pekerjaan paling sedikit." Jarang ada siswa yang memiliki kegesitan yang luar biasa dalam mengerjakan tugas, seperti mengerjakan tugas “lebih cepat” dan “jumlah pekerjaan” lebih banyak dari yang dipersyaratkan.
Padahal, sifat dan sikap yang terakhir tersebut merupakan salah satu bentuk nyata dari pengalaman ajaran Islam tentang berlomba dalam kebajikan. Untuk membangun masyarakat yang rukun dan damai, seorang muslim pun harus menjadi teladan di masyarakat. Al Qur’an surah Ali Imran ayat 133-134, memberikan keterangan bahwa Allah Swt sangat menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan, dan salah satu kebajikan tersebut, yaitu memberikan maaf atas kesalahan orang lain.
Sikap memberikan maaf ini tampaknya merupakan sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan. Padahal mengabulkan permohonan maaf itu adalah perbuatan baik, tetapi lebih baik bila memaafkan. Orang  yang  dengan  tulus  memberi  maaf  pada  kesalahan  orang  lain  lebih dewasa, lebih matang, dan lebih mulia dibandingkan dengan orang yang memberi maaf setelah orang lain datang meminta maaf terhadapnya.
Pada konteks ini pun, sesungguhnya pilihan sikap antara memberi maaf secara langsung dan memberi maaf setelah orang lain memohon maaf adalah satu peluang kita untuk berlomba dalam kebajikan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, semangat fastabiqul khoirat adalah semangat kompetisi dan semangat juang yang bernilai tinggi untuk meraih prestasi hidup. Orang yang memiliki semangat berlomba  dalam  kebajikan  ini  akan  menjadi  pelopor, inisiator atau perintis dalam kehidupan di lingkungan masyarakatnya.

Pengertian optimis dinamis inovatif dan kreatif
1. Optimis
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud optimis adalah orang yang selalu berpengharapan (berpandagan) baik dalam menghadap segala hal atau persoalan, misalnya :

  • Seorang siswa/siswi yang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dia berharap akan lulus dan diterima di perguruan tinggi yang ia pilih.
  • Seseorang ingin bekerja di sebuah perusahaan swasta, kalau ia berfikir optimis, tentu dia akan berusaha mengajukan lamaran dan berharap agar lamaran diterima serta dapat bekerja di perusahaan tersebut.
2.  Dinamis
Kata dinamis berasal dari bahasa Belanda “dynamisch” yang berarti giat bekerja, tidak mau tinggal diam, selalu bergerak, dan terus tumbuh. Dia akan terus berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas dirinya ke arah yang lebih baik dan lebih maju, misalnya :
- Seorang petani akan berusaha agar hasil pertaniannya meningkat
- Seorang pedagang akan terus berusaha agar usaha dagangnya berkembang.
3. Inovatif
Yaitu Usaha seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang mengelilinginya dalam menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya sendiri ataupun lingkungannya." "Inovatif yaitu Kemampuan seseorang dalam mendayagunakan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan karya baru." "Berpikir inovatif yaitu Proses berpikir yang menghasilkan solusi dan gagasan di luar bingkai konservatif." Syarat-syarat berpikir inovatif
·         Elastisitas yang tinggi
·         Produktivitas yang tinggi
·         Orisinalitas yang tinggi
·         Sensitivitas yang tinggi Syarat-syarat inovasi
·         Menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
·         Menghasilkan produk yang relatif baru.
·         Menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok.
“Inovatif adalah suatu kemampuan manusia dalam mendayagunakan pikiran dan sumber daya yang ada disekelilingnya untuk menghasilkan suatu karya yang benar-benar baru yang orisinil, serta bermanfaat bagi banyak orang” (inginhilangingatan, 2009) Dari artikel diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, kreatif dan inovatif itu sangatlah diperlukan dalam kehidupan sehari hari. Karena kreatif dan inovatif itu sangat menentukan kualitas hidup kita. Apalagi dalam bidang kewirausahaan, kita dituntut untuk memiliki jiwa yang kreatif inovati karena keduanya akan menentukan hasil usaha kita.
4. Kreatif
“Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang member kesempatan individu untuk menciptakan ide2 asli/adaptif fungsi kegunaannya secara penuh untuk berkembang” (Widyatun,1999) “Kreatifitas adalah kemampuan untuk menentukan pertalian baru, melihat subjek dari perspektif baru, dan menentukan kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran” (James R. Evans, 1994) “Kreatifitas adalah suatu kemampuan berpikir ataupun melakukan tindakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan sebuah kondisi ataupun permasalahan secara cerdas, berbeda (out of the box), tidak umum, orisinil, serta membawa hasil yang tepat dan bermanfaat” (inginhilangingatan, 2009)
  
BAB II
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Suatu nikmat apabila telah disyukuri, Tuhan berjanji akan menambahnya lagi. Dan janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih. Tidak syukur atas nikmat adalah suatu kekufuran. Kalau nikmat yang telah dianugerahkan Allah tidak disyukuri, mudah saja bagi Allah mencabutnya kembali, dan meng­hidupkan kita di dalam gelap.
Meskipun Rasul sudah diutus, ayat sudah diberikan, al-Qura'n sudah diwahyukan, hikmat sudah diajarkan dan kiblat sudah terang pula, semuanya tidak akan ada artinya kalau tidak ingat kepada Allah (zikir) dan bersyukur. Orang yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan yang telah ada, tidaklah akan rnerasai nikmat Islam itu. Maka zikir dan syukur, adalah dua pegangan teguh yang banyak diterangkan di dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w.
Dari penjabaran diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa manusia tak lepas dari sebuah dosa. Dimanapun kita berada pasti kita sering melakukan dosa setiap harinya ,entah kita sadari atau tidak.Apabila kita ingin berbuat baik kepada orang lain.Terkadang kita salah mengerti dengan keadaan orang tersebut sehingga terjadi salah paham diantara sesama.
Dimanapun kaki ini menginjak dan dimanapun nafas ini masih menghembus, jalankanlah perintah berlomba-lombalah dalam kebaikan sesuai dengan maksud yang ada. Berikanlah yang terbaik untuk sesama dan pahami bagaimana keadaannya terlebih dahulu agar kita terhindar dari rasa kesalahpahaman antar sesama serta tidak ada yang dirugikan atas semua tindakan baik kita.

3.2 Saran
Berbuat kebaikan jelas diperintahkan oleh Allah SWT. Perintah untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, dapat kita temukan dalam Al-Quran maupun Al-Hadist.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nasruddin Hasan. 2010. Berlomba-Lomba dalam Kebaikan. (online). Diakses pada tanggal 25 Februari 2014 pada pukul 09.27 WIB.
http://referensiislam.blogspot.com/2011/06/berlomba-lomba-dalam-kebaikan.html

Muhammad Haryono. 2011. Meneguhkan Iman (2). (online). Diakses pada tanggal 25 Februari 2014 pukul 10: WIB
http://muhammadmaryono.wordpress.com/author/muhammadmaryono/page/4/

Yanuar Firdaus. Al-Baqarah : 148. Al Quran Online. (Online). Diakses pada tanggal 25 Februari 2014 pukul 10:00WIB

Makalah Nilai Pada Kompetisi Dalam Kebaikan
Makalah Lengkap

0 Response to "Makalah Nilai Pada Kompetisi Dalam Kebaikan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel