Makalah Tari Ranup Rampuan
TARIAN TRADISIONAL ACEH
Tari Ranup Rampuan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tari Ranup Lampuan merupakan
salah satu karya seni monumental yang dilahirkan oleh para seniman Aceh. Ranup
Lampuan dalam bahasa Aceh, berarti sirih dalam puan. Puan
adalah tempat sirih khas Aceh. Karya tari yang berlatar belakang adat
istiadat ini secara koreografi menceritakan bagaimana kebiasaan masyarakat Aceh
menyambut tamu ini setiap gerakannya mempunyai arti tersendiri. Seperti gerakan
salam sembah, memetik sirih lalu membuang tangkainya, membersihkan sirih,
menyapukan kapur, lalu memberi gambir dan pinang, sampai menyuguhkan sirih
kepada yang datang.
Meski
hampir selalu menjadi suguhan utama dalam setiap upacara penyambutan tamu di
Aceh, namun tidak banyak masyarakat Aceh yang tahu tentang asal usul dan siapa
pencipta tari ini. Adalah Almarhum Yuslizar yang
yang lahir di Banda Aceh pada 23 Juli 1937, Beliau lah pencipta
Tarian Lanup Lam Puan yang fenomenal ini. Tarian Ranup Lampuan diciptakan
beliau ditahun 1959,. Selain menciptakan Tarian ini, beliau juga menciptakan
Tari Meusare-sare, Bungong Sieyueng-yueng, Tron
U Laot, Poh Kipah, Tari Rebana, dan Sendratari
Cakra Donya Iskandar Muda.
Tari
ini, pada mulanya hanya terdapat di Kotamadya Banda Aceh. Akan tetapi dengan
cepat tersebar ke setiap kabupaten dankotalainnya di seluruh Aceh.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuna penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
aspek-aspek dalam tarian ranup lampuan !
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Tari Ranup Lampuan
Tari
Ranup Lampuan pertama kali diciptakan pada tahun 1959 oleh salah satu seniman
terkenal dari Aceh yang bernama Yusrizal. Nama Tari Ranup Lampuan
ini diambil dari kata “Ranup” dan “Lampuan”. Kata Ranup sendiri
dalam bahasa Aceh berarti “Sirih”, sedangkan Puan adalah
tempat/wadah sirih khas Aceh. Konon, tarian ini diangkat dari kebiasaan adat
masyarakat Aceh dalam menyambut tamu terhormat dengan menyuguhkan sirih sebagai
tanda terima mereka.
Pada
awalnya, tari ini tidak menggunakan selendang sebagai properti, dan penarinya
memakai sanggul Aceh yang tinggi dihiasi hiasan kepala. Tarian yang berdurasi
tiga sampai sembilan menit ini diiringi orkestra atau band. Adapun sosok
pencipta musik dari irama tarian lanup lam puan adalah Almarhum T Djohan
pengarang lagu Tanoh Lon Sayang. Tari Ranup Lampuan merupakan kreasi mentradisi
setelah menjalani proses panjang untuk menjadi tari tradisi dengan terus
menyesuaikan diri sesuai zaman. Maka tahun 1959 ketika tim kesenian Aceh akan
melakukan lawatan kerajaan ke Malaysia dalam rangka pertukaran cendramata, tari
Ranup Lampuan dimodifikasi dengan menambah tiga orang penari pria, dua penari
sebagai pemegang pedang dan satu penari sebagai pemegang vandel.
Kemudian
sekitar tahun 1966, setelah mendengar saran dari para tetua adat, bahwa pekerjaan
menyuguhkan sirih adalah pekerjaan kaum perempuan, maka alangkah baiknya jika
tari tersebut ditarikan oleh perempuan saja. Begitu juga tentang persoalan
durasi waktu pertunjukan yang dirasakan terlalu panjang, sehingga tari Ranup
Lampuan mengalami pemadatan. Hal ini berjalan sekitar delapan tahun.
Pasca
PKA II tahun 1972, dengan munculnya seni tradisional memberi pengaruh terhadap
tari Ranup Lampuan khususnya untuk iringan tarian. Semula iringan musik Orkes
atau band selanjutnya peran ini diganti dengan iringan alat musik tradisional
yaitu Serune kale, Gendrang, dan Rapa‘i. Pengubahan ini sejalan dengan
permintaan dari panitia Festival tari tingkat nasional 1974 yang meminta tari
tradisional tampil dengan diiringi musik tradisional pula. Hal itu diubah
ketika acara peresmian gedung pertamina di Blang Padang.
Bagi mereka pencinta tari Aceh, menelusuri jejak Tari Ranup Lampuan sama seperti merekam budaya Aceh, tari yang merefleksikan kehidupan sehari-hari orang Aceh yang terkenal ramah dan suka memuliakan tamu. Sudah seharusnya penciptanya pun mendapat tempat untuk diabadikan dan selalu diingat masyarakat Aceh.
Bagi mereka pencinta tari Aceh, menelusuri jejak Tari Ranup Lampuan sama seperti merekam budaya Aceh, tari yang merefleksikan kehidupan sehari-hari orang Aceh yang terkenal ramah dan suka memuliakan tamu. Sudah seharusnya penciptanya pun mendapat tempat untuk diabadikan dan selalu diingat masyarakat Aceh.
2.2. Filosofi Ranup Lampuan
Bagi
Masyarakat Aceh Sirih (Ranub) memilili berbagai dimensi makna simbolik,
disamping dimensi fungsional yaitu:
a.
Sirih (Ranub) sebagai simbol Pemulia
Tamu
Sirih
sebagai simbol pemulia tamu atau penghormatan terhadap sesorang yang dihormati.
Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Aceh
untuk menjamu tamunya. Dalam tradisi Jamuan raja-raja di Aceh, seperti Jamuan
kepada Sir James Lancastle utusan Raja Inggris James I pada masa Sultan
Alauddin Riayatsyah Saidil Mukammal (1602 M), sirih sudah merupakan suguhan
persembahan kepada tamu-tamu agung. Tradisi penyuguhan sirih untuk memuliakan
tamu sudah merakyat sejak dari dahulu kala dalam masyarakat Aceh.
Berkaitan dengan adat menyuguhkan sirih tersebut, dapat diartikasn sebagai simbol kerendahan hati dan sengaaja memuliakan tamu atau orang lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah.
Berkaitan dengan adat menyuguhkan sirih tersebut, dapat diartikasn sebagai simbol kerendahan hati dan sengaaja memuliakan tamu atau orang lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah.
b.
Sirih (Ranub) sebagai sumber perdamaian
dan Kehangatan Sosial
Sirih
bermakna sebagai sumber perdamaian dan kehangatan sosial tergambat ketika
berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian,
peusijuek, meu-uroh, dan upacara-upacara lainnya. Semua upacara-upacara
tersebut diawali dengan menyuguhkan sirih sebelum upacara tersebut dimulai.
c.
Sirih sebagai Media Komunikasi Sosial
Sirih
sebagai Media Komunikasi Sosial, Sirih sering diungkapkan dengan Istilah Ranub
Sigapu sebagai pembuka komunikasi. Setiap buku yang dikarang masyaraakat Aceh,
ranub sigapu menjadi bagian yang paling awal dari isi buku tersebut.
2.3. Jenis Tari Ranup Lampuan dan
Peran Tari Ranup Lampuan
Dalam
masyarakat Aceh, sirih dan puan merupakan perlambang kehangatan persaudaran.
Selain sebagai hidangan penyambut tamu, ranup atau sirih mempunyai peran yang
penting dalam ritus-ritus sosial masyarakat Aceh, sehingga ia selalu ada dalam
berbagai prosesi, dari mulai pernikahan, sunatan, bahkan ketika menguburkan
jenazah.
2.4. Keunikan Gerakan Dan Kostum
setiap
gerakannya mempunyai arti tersendiri. Seperti gerakan salam sembah, memetik
sirih lalu membuang tangkainya, membersihkan sirih, menyapukan kapur, lalu
memberi gambir dan pinang, sampai menyuguhkan sirih kepada yang datangi itulah
yang menjadi keunikan gerakkan dari tari ranup lampuan
Kostum
yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Ranup Lampuan ini biasanya
adalah busana tradisional acah. Untuk busana yang digunakan para penari
biasanya baju lengan panjang dan celana panjang. Pada bagian pinggang
menggunakan kain sarong atau kain sonket khas
Aceh dan sabuk sebagai pemanis. Sedangkan pada bagian kepala menggunakan
kerudung yang dihias dengan bunga-bunga dan kain selendang yang menjutai ke
bawah. serta membawa puan dan sirih yang
nantinya akan disuguhkan kepada para tamu.
2.5. Iringan Tari Ranup Lampuan
Tari
Ranup Lampuan awalnya diiringi oleh musik orkestra atau band. Namun setelah
tahun 1972 musik pengiring Tari Ranup Lampuan ini diubah dengan menggunakan
alat musik tradisonal Aceh seperti sarune kale, genderang dan rampa’i.
Hal ini dilakukan agar terkesan lebih tradisional dan mewakili kesenian
tradisional Aceh. Untuk irama yang dimainkan saat mengiringi tarian ini tentunya
juga disesuaikan dengan gerakan para penari.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ranup Lampuan adalah
kesenian tari yang berasal dari Nangroe
Aceh Darussalam. Tari ini merupakan visualisasi dari salah satu filosofi
hidup warga Aceh, yakni menjunjung keramah-tamahan dalam menyambut tamu.
Gerakan demi gerakan dalam Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik,
membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati, sebagaimana
kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam adat masyarakat
Aceh. Menilik karakteristiknya, atas dasar tersebut, tari ini digolongkan ke
dalam jenis tari adat/upacara.
Setiap
gerakan dan atribut dalam tarian ini mengandung makna simbolik. Sebagai
gambaran, seluruh gerakan dalam tari ini dibawakan dengan tertib dan lembut
sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu. Terdapat juga gerakan salam-sembah
dengan tangan mengayun ke kiri, ke kanan, dan ke depan sebagai perlambang
kekhidmatan mempersilakan para tamu untuk duduk. Lantas, sirih dalam puan pun
dihidangkan secara nyata oleh para penari kepada tamu yang mereka sambut. Dalam
masyarakat Aceh, sirih dan puan merupakan perlambang kehangatan
persaudaran.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.acehprov.go.id/jelajah/read/2014/06/12/78/tarian-ranub-lampuan.html
http://www.negerikuindonesia.com/2015/12/tari-ranup-lampuan-tarian-tradisional.html
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/861/ranup-lampuan
0 Response to "Makalah Tari Ranup Rampuan"
Post a Comment