Konsep Keluarga
2.1 Konsep
Keluarga
2.1.1
Pengertian Keluarga
Departemen
Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga serta beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Murabak dkk, 2006).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung
karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan
emosional, serta mengindentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga
(Friedman dalam Sudiharto, 2007).
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang
layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang
antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (Sudiharto, 2007).
Dari kedua definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakeristik keluarga adalah:
1. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
2. Anggota keluarga berinteraksi atau satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial suami, istri, anak, kakak dan adik.
3. Mempunyai tujuan; a) Menciptakan dan mempertahankan budaya; b) Meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota (Murwani, 2007).
2.1.2
Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar
keluarga adalah sebagai berikut :
2.1.2.1 Fungsi afektif
Adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling
menerima dan mendukung.
2.1.2.2 Fungsi sosialisasi
Adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga beriteraksi sosial dan belajar
berperan di lingkungan sosial.
2.1.2.3 Fungsi reproduksi
Adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
2.1.2.4 Fungsi ekonomi
Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, seperti sandang, papan dan pangan (Sudiharto, 2007).
2.1.2.5 Fungsi perawatan kesehatan
Adalah kemampuan keluarga untuk merawat
keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Kesanggupan
keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari
tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Selain keluarga
mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga juga harus melakukan tugas
kesehatan keluarga.
2.2 Konsep Peran
2.2.1
Pengertian
Peran
Peran dalam
bidang dunia keperawatan merupakan cara untuk menyatakan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, penelitian dan dapat
mengembangkan asuhan keperawatan dalam membina kerjasama dari tenaga kesehatan
lainnya serta dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam melakukan tindakan. Peran
adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam
memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam hal perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan, melakukan pembelaan pada klien, kolaborator dalam membina kerja
sama dengan profesi lain dan sejawat, konsultan dalam tenaga kerja dan klien
dari sistem metodologi, serta sikap (CHS,1989).
Peran pada
dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang besifat stabil
(Kozier dan Barbara, 1995).
2.2.2
Peranan Keluarga
Menurut Setiadi (2008) peran adalah sesuatu yang diharapkan
secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi
harapan-harapan. Peran
keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam
konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi
dan situasi tertentu. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing antara lain
adalah :
1.
Ayah
Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai
peran sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung/ pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap
anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
2.
Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh
dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai
pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu.
3.
Anak
Anak berperan sebagai pelaku psikososial
sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.
Menurut Mubarak, dkk (2006) keluarga memiliki
peranan yang sangat penting dalam merawat anggota keluarga. Peranan keluarga
dalam kesehatan adalah sebagai berikut :
2.2.2.1 Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang
tidak boleh diabaikan karena tanpa
kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang
seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal
keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami
anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila terjadi
adanya perubahan keluarga perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi, dan seberapa besar perubahannya (Mubarak dkk,
2006).
2.2.2.2 Membuat keputusan tindakan kesehatan yang
tepat.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama
untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga
diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan diatasi.
Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan orang dilingkungan
tinggal keluarga agar memperoleh bantuan (Murabak dkk, 2006).
Dalam mengatasi masalah kesehatan yang
terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap
kepala keluarga atau anggota keluarga yang dituakan. Hal ini didasarkan
pemikiran sebagai berikut:
- Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala
keluarga.
- Kewenangan dan otoritas yang telah diakui
oleh masing-masing anggota keluarga.
- Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan
pelayanan terhadap keluarga/anggota keluarga yang bermasalah (Setiadi, 2008).
2.2.2.3 Memberi perawatan pada anggota keluarga yang
sakit.
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan
yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah
diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami
mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan
agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan
melakukan tindakan untuk pertolongan pertama (Murabak dkk, 2006).
2.2.2.4 Mempertahankan suasana rumah yang sehat atau
memodifikasi lingkungan.
Rumah adalah sebagai tempat tinggal tempat
berteduh, berlindung dan bersosialisasi bagi anggota keluarga, sehingga anggota
keluarga mempunyai waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat
tinggal. Oleh karenanya kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang
ketenangan, keindahan, ketentraman, dan yang lebih penting adalah dapat
menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga (Murabak dkk, 2006).
2.2.2.5 Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat.
Keluarga atau anggota keluarga harus dapat
memanfaatkan sumber fasilitas kesehatan yang ada disekitar, apabila mengalami
gangguan atau masalah yang berkaitan dengan penyakit. Keluarga dapat
berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan dalam rangka memecahkan
problem yang dialami anggota keluarga, sehingga keluarga dapat bebas dari
segala macam penyakit (Mubarak dkk, 2006).
2.2.3
Prinsip-Prinsip Perawatan
Keluarga
Ada beberapa
prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan
kesehatan keluarga, adalah :
2.2.3.1 Keluarga
sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.
2.2.3.2 Dalam
memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai tujuan utama.
2.2.3.3 Asuhan
keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan kesehatan
keluarga.
2.2.3.4 Dalam
memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat melibatkan peran serta
aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatannya.
2.2.3.5 Lebih
mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif dan tidak
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
2.2.3.6 Dalam
memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga memanfaatkan sumber daya
keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan keluarga.
2.2.3.7 Sasaran
asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara keseluruhan.
2.2.3.8 Pendekatan
yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah
pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan proses keperawatan.
2.2.3.9 Kegiatan
utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah penyuluhan
kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan dasar/perawatan di rumah.
2.2.3.10
Diutamakan terhadap keluarga yang
termasuk resiko tinggi.
2.2.4
Dukungan Sosial
Keluarga
2.2.4.1 Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Sarwono
dalam Yusuf (2007) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang
lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan.
Sistem dukungan
untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu :
1. Dukungan
material adalah menyediakan fasilitas latihan.
2. Dukungan
informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan diet dan latihan.
3. Dukungan
emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.
Menurut Friedman (1998)
dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan.
Friedman dalam
Sudiharto (2007) menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah
fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial, saling mengasuh memberikan kasih sayang serta menerima dan
mendukung.
Menurut Friedman (2003)
dukungan sosial keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial. Dampak
positif dari dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri
seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan. Studi tentang dukungan
sosial keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping
keluarga.
Menurut Sheridan dan
Radmacher (1992) Sarafino (1998) serta Taylor (1999) keluarga memiliki
dukungan, yaitu : (1) dukungan emosional, (2) dukungan penghargaan, (3)
dukungan instrumental, dan (4) dukungan informatif.
2.2.5
Jenis Dukungan Sosial
Keluarga
Kaplan (1976) dalam Friedman (1998)
menjelaskan bahwa keluarga memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :
2.2.5.1 Dukungan
Emosional
Dukungan emosional mencakup
ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Bentuk
dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan
dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan
lebih baik.
2.2.5.2 Dukungan
Penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat
ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif
orang itu dengan orang-orang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan
orang lain yang lebih buruk keadaannya.
2.2.5.3 Dukungan
Instrumental
Dukungan instrumental mencakup
bantuan langsung, seperti kalau orang memberi pinjaman uang kepada orang itu. Bentuk
dukungan ini dapat mengurangi beban individu karena individu dapat langsung
memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
2.2.5.4 Dukungan
Informatif
Dukungan informatif mencakup
memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Jenis
informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi
masalah dengan lebih mudah.
2.2.6
Sumber Dukungan
Sosial Keluarga
Menurut Root
& Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber dukungan sosial keluarga
yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga yang natural diterima
seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang
yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini bersifat formal
sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang
kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial keluarga akibat
bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan sosial keluarga
natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial
keluarga artifisial.
Perbedaan itu terletak pada:
1. Keberadaan sumber dukungan sosial
keluarga natural bersifat apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah
diperoleh dan bersifat spontan.
2. Sumber dukungan sosial keluarga yang
natural mempunyai kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu
harus diberikan.
3. Sumber dukungan sosial keluarga natural
berakar dari hubungan yang berakar lama.
4. Sumber dukungan natural mempunyai
keragaman dalam penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata
hanya sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
5. Sumber dukungan sosial keluarga natural
terbatas dari beban dan label psikologis.
2.2.7
Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Friedman
(1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga lainnya adalah
kelas sosial–ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat
pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam
keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada,
sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau
otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat
dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan
kelas sosial bawah.
Sarafino (2006)
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang
akan menerima dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah :
2.2.7.1 Faktor
dari penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan menerima
dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka
menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan
bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya
membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri
dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain
menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.
2.2.7.2 Faktor
dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak
memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki
sumber daya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus
menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga
tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.
2.3 Gangguan
Jiwa
2.3.1
Defenisi Gangguan Jiwa
Menurut Kaplan
dan Sadock (1994 dalam Baihaqi, dkk, 2005) gangguan jiwa merupakan penyimpangan
dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental yang merupakan indikasi adanya
gangguan jiwa. Dimana penyimpangan ini mencakup atas penyimpangan pada pikiran,
perasaan dan tindakan. Penderita gangguan jiwa tidak sanggup menilai dengan
baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau menyakiti dirinya sendiri. Misalnya, takut yang tidak
beralasan, waham dan halusinasi pada penderita skizofrenia, tingkah laku
antisosial pada orang-orang yang menderita kepribadian sosiopatis.
Gangguan jiwa
dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status
sosial–ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di
masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan
jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat,
ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas
dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan
keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara
cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).
Menurut Dokter
Danusukarto dalam bukunya yang berjudul “Tanya Jawab Kesehatan Keluarga”
membagi gangguan jiwa menjadi empat golongan besar yaitu:
Psikosa yaitu gangguan jiwa yang
meliputi gangguan otak organik (demensia. psikosa alkoholik, psikosa karena
infeksi intrakranial, psikosa karena kondisi otak yang lain).
2.3.1.1 Neurosa,
gangguan kepribadian dan gangguan jiwa lainnya, merupakan suatu ekspresi dari
ketegangan dan konflik dalam jiwanya, namun penderita umumnya tidak menyadari
bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang ia rasakan dengan konflik
emosinya. Neurosa meliputi deviasi seksual, alkoholisme, ketergantungan obat,
psikomatik, histeria, psikopat, gangguan tidur, ganguan kemampuan belajar
khusus.
2.3.1.2 Retardasi
mental yaitu suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti dan tidak lengkap
yang terutama ditandai oleh rendahnya keterampilan yang berpengaruh pada semua
tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif (daya ingat, daya pikir, daya
belajar), bahasa, motorik dan sosial.
2.3.1.3 Keadaan
tanpa gangguan psikiatris yang nyata dan kondisi nonspesifik yang meliputi
kegagalan penyesuaian sosial dalam perkawinan, pekerjaan (Litbang, 2005).
Keluarga sebagai
orang yang dekat dengan pasien, harus mengetahui prinsip lima benar dalam minum
obat yaitu pasien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, cara/rute
pemberian yang benar, dan waktu pemberian obat yang benar dimana kepatuhan
terjadi bila aturan pakai dalam obat yang diresepkan serta pemberiannya di
rumah sakit diikuti dengan benar. Ini sangat penting terutama pada penyakit-penyakit
menahun termasuk salah satunya adalah penyakit gangguan jiwa. Faktor pendukung
pada klien, adanya keterlibatan keluarga sebagai pengawas minum obat pada
keluarga dengan klien dalam kepatuhan pengobatan (Butar Butar, 2012).
Fakhruddin
(2012) menjelaskan sekitar 25% pasien skizofrenia, psikosis maupun gangguan
mental berat gagal dalam mematuhi program pengobatan. Kepetuhan minum obat pada
pasien skizofrenia dapat dipengaruhi oleh efikasi minum obat, dukungan terhadap
pasien, efek samping obat dan sikap pasien. Keluarga merupakan orang terdekat dengan
pasien, mempunyai peranan penting dalam kesembuhan pasien, salah satunya yaitu
dukungan informasi dimana jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan
tanggung jawab bersama yaitu termasuk didalamnya memberikan solusi atas masalah,
memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang
dilakukan seseorang, selain itu keluarga sebagai penyedia informasi untuk melakukan
konsultasi yang teratur ke rumah sakit dan terapi yang baik bagi dirinya serta tindakan
spesifik bagi klien untuk melawan stresor (Butar Butar, 2012).
2.3.2
Penyebab Gangguan Jiwa
Gejala utama
atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi
penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial
(sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis1994). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari
berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan,
lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.
Menurut Coleman,
Butcher, dan Carson (1980 dalam Baihaqi, dkk, 2008) beberapa penyebab gangguan
jiwa, yaitu:
2.3.2.1
Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya
suatu gangguan jiwa tidak akan muncul. Misalnya, infeksi sifilis yang menyerang
sistem syaraf, yaitu psikosis yang disertai paralisis atau kelumpuhan yang
bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita
mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sifilis, gangguan ini tidak mungkin
terjadi.
2.3.2.2
Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan
terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa. Misalnya, anak yang ditolak oleh orang tuanya
menjadi lebih rentan terhadap tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan orang-orang
yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
2.3.2.3
Penyebab Pencetus (precipitating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian
traumatik yang langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa tau mencetuskan gejala
gangguan jiwa. Misalnya, kehilangan harta benda yang berharga, menghadapi
kematian anggota keluarga, menghadapi masalah sekolah, mengalami kecelakaan
hingga cacat, kehilangan pekerjaan, perceraian, atau menderita penyakit berat.
2.3.2.4 Penyebab
yang menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung
mempertahankan atau memperteguh tingkah laku maladaptif yang sudah terjadi.
Misalnya, perhatian yang berlebihan pada seorang wanita yang sedang dirawat
dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggung jawab atas dirinya dan
menunda kesembuhan.
2.3.2.5 Sirkulasi
faktor-faktor penyebab (multiple cause)
Serangkaian faktor penyebab yang
kompleks serta saling mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa
jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan sebab
akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan faktor penyebab yang lain.
2.4 Kerangka
Teoritis
Kerangka teori penelitian ini
didasarkan pada pendapat Mubarak, dkk (2006) yang menyebutkan peranan keluarga
dalam perawatan pasien yang terdiri atas; mengenal masalah kesehatan keluarga,
membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan, mempertahankan
suasana rumah yang sehat dan menggunakan fasilitas kesehatan.
Selanjutnya teori yang dikemukakan
oleh Friedman (dalam Sudiharto, 2007) yang menyebutkan peranan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan primer, sekunder dan integrative.
0 Response to "Konsep Keluarga"
Post a Comment