Informasi Lainnya

Konsep Keluarga




2.1  Konsep Keluarga
2.1.1        Pengertian Keluarga
Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang  yang berkumpul dan tinggal di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Murabak dkk, 2006).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengindentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman dalam Sudiharto, 2007).
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (Sudiharto, 2007).
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakeristik keluarga adalah:
1. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
2.  Anggota keluarga berinteraksi atau satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak dan adik.
3.   Mempunyai tujuan; a) Menciptakan dan mempertahankan budaya; b) Meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota (Murwani, 2007).

2.1.2        Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut :
2.1.2.1  Fungsi afektif
Adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
2.1.2.2  Fungsi sosialisasi
Adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga beriteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial.
2.1.2.3  Fungsi reproduksi
Adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
2.1.2.4  Fungsi ekonomi
Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, papan dan pangan (Sudiharto, 2007).

2.1.2.5  Fungsi perawatan kesehatan
Adalah kemampuan keluarga untuk merawat keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Selain keluarga mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga juga harus melakukan tugas kesehatan keluarga. 

2.2  Konsep Peran
2.2.1        Pengertian Peran
Peran dalam bidang dunia keperawatan merupakan cara untuk menyatakan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, penelitian dan dapat mengembangkan asuhan keperawatan dalam membina kerjasama dari tenaga kesehatan lainnya serta dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam melakukan tindakan. Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam hal perawat dapat memberikan asuhan keperawatan, melakukan pembelaan pada klien, kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat, konsultan dalam tenaga kerja dan klien dari sistem metodologi, serta sikap (CHS,1989).
Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang besifat stabil (Kozier dan Barbara, 1995).
2.2.2        Peranan Keluarga
Menurut Setiadi (2008) peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing antara lain adalah :
1.      Ayah
Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari  nafkah, pendidik, pelindung/ pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
2.      Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
3.      Anak
Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.
Menurut Mubarak, dkk (2006) keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam merawat anggota keluarga. Peranan keluarga dalam kesehatan adalah sebagai berikut :
2.2.2.1  Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan  karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila terjadi adanya perubahan keluarga perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya (Mubarak dkk, 2006).
2.2.2.2  Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan diatasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan orang dilingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan (Murabak dkk, 2006).
Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap kepala keluarga atau anggota keluarga yang dituakan. Hal ini didasarkan pemikiran sebagai berikut:
-       Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
-       Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota keluarga.
-       Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap keluarga/anggota keluarga yang bermasalah (Setiadi, 2008).
2.2.2.3  Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama (Murabak dkk, 2006).
2.2.2.4  Mempertahankan suasana rumah yang sehat atau memodifikasi      lingkungan.
Rumah adalah sebagai tempat tinggal tempat berteduh, berlindung dan bersosialisasi bagi anggota keluarga, sehingga anggota keluarga mempunyai waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karenanya kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan, ketentraman, dan yang lebih penting adalah dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga (Murabak dkk, 2006).
2.2.2.5  Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan sumber fasilitas kesehatan yang ada disekitar, apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan penyakit. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan dalam rangka memecahkan problem yang dialami anggota keluarga, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit (Mubarak dkk, 2006).

2.2.3        Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga
Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, adalah :
2.2.3.1  Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.
2.2.3.2 Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai tujuan utama.
2.2.3.3 Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan kesehatan keluarga.
2.2.3.4 Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.
2.2.3.5  Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif dan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
2.2.3.6  Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan keluarga.
2.2.3.7  Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara keseluruhan.
2.2.3.8  Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan proses keperawatan.
2.2.3.9  Kegiatan utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan dasar/perawatan di rumah.
2.2.3.10          Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.
2.2.4        Dukungan Sosial Keluarga
2.2.4.1  Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan.
Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu :
1.    Dukungan material adalah menyediakan fasilitas latihan.
2. Dukungan informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan.
3.  Dukungan emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.
Menurut Friedman (1998) dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Friedman dalam Sudiharto (2007) menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih sayang serta menerima dan mendukung.
Menurut Friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan. Studi tentang dukungan sosial keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga.
Menurut Sheridan dan Radmacher (1992) Sarafino (1998) serta Taylor (1999) keluarga memiliki dukungan, yaitu : (1) dukungan emosional, (2) dukungan penghargaan, (3) dukungan instrumental, dan (4) dukungan informatif.

2.2.5        Jenis Dukungan Sosial Keluarga
Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :
2.2.5.1  Dukungan Emosional
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.
2.2.5.2  Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya.
2.2.5.3  Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang memberi pinjaman uang kepada orang itu. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
2.2.5.4  Dukungan Informatif
Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

2.2.6        Sumber Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial keluarga artifisial.
Perbedaan itu terletak pada:
1.   Keberadaan sumber dukungan sosial keluarga natural bersifat apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan.
2.  Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
3.    Sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar lama.
4.  Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
5.    Sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari beban dan label psikologis.

2.2.7        Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga lainnya adalah kelas sosial–ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
2.2.7.1  Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.
2.2.7.2  Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumber daya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.
2.3  Gangguan Jiwa
2.3.1        Defenisi Gangguan Jiwa
Menurut Kaplan dan Sadock (1994 dalam Baihaqi, dkk, 2005) gangguan jiwa merupakan penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental yang merupakan indikasi adanya gangguan jiwa. Dimana penyimpangan ini mencakup atas penyimpangan pada pikiran, perasaan dan tindakan. Penderita gangguan jiwa tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau menyakiti dirinya sendiri. Misalnya, takut yang tidak beralasan, waham dan halusinasi pada penderita skizofrenia, tingkah laku antisosial pada orang-orang yang menderita kepribadian sosiopatis.
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial–ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).
Menurut Dokter Danusukarto dalam bukunya yang berjudul “Tanya Jawab Kesehatan Keluarga” membagi gangguan jiwa menjadi empat golongan besar yaitu:
Psikosa yaitu gangguan jiwa yang meliputi gangguan otak organik (demensia. psikosa alkoholik, psikosa karena infeksi intrakranial, psikosa karena kondisi otak yang lain).
2.3.1.1  Neurosa, gangguan kepribadian dan gangguan jiwa lainnya, merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam jiwanya, namun penderita umumnya tidak menyadari bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang ia rasakan dengan konflik emosinya. Neurosa meliputi deviasi seksual, alkoholisme, ketergantungan obat, psikomatik, histeria, psikopat, gangguan tidur, ganguan kemampuan belajar khusus.
2.3.1.2  Retardasi mental yaitu suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti dan tidak lengkap yang terutama ditandai oleh rendahnya keterampilan yang berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif (daya ingat, daya pikir, daya belajar), bahasa, motorik dan sosial.
2.3.1.3  Keadaan tanpa gangguan psikiatris yang nyata dan kondisi nonspesifik yang meliputi kegagalan penyesuaian sosial dalam perkawinan, pekerjaan (Litbang, 2005).
Keluarga sebagai orang yang dekat dengan pasien, harus mengetahui prinsip lima benar dalam minum obat yaitu pasien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, cara/rute pemberian yang benar, dan waktu pemberian obat yang benar dimana kepatuhan terjadi bila aturan pakai dalam obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Ini sangat penting terutama pada penyakit-penyakit menahun termasuk salah satunya adalah penyakit gangguan jiwa. Faktor pendukung pada klien, adanya keterlibatan keluarga sebagai pengawas minum obat pada keluarga dengan klien dalam kepatuhan pengobatan (Butar Butar, 2012).
Fakhruddin (2012) menjelaskan sekitar 25% pasien skizofrenia, psikosis maupun gangguan mental berat gagal dalam mematuhi program pengobatan. Kepetuhan minum obat pada pasien skizofrenia dapat dipengaruhi oleh efikasi minum obat, dukungan terhadap pasien, efek samping obat dan sikap pasien. Keluarga merupakan orang terdekat dengan pasien, mempunyai peranan penting dalam kesembuhan pasien, salah satunya yaitu dukungan informasi dimana jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama yaitu termasuk didalamnya memberikan solusi atas masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan seseorang, selain itu keluarga sebagai penyedia informasi untuk melakukan konsultasi yang teratur ke rumah sakit dan terapi yang baik bagi dirinya serta tindakan spesifik bagi klien untuk melawan stresor (Butar Butar, 2012).


2.3.2        Penyebab Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis1994). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.
Menurut Coleman, Butcher, dan Carson (1980 dalam Baihaqi, dkk, 2008) beberapa penyebab gangguan jiwa, yaitu:
2.3.2.1  Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan muncul. Misalnya, infeksi sifilis yang menyerang sistem syaraf, yaitu psikosis yang disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sifilis, gangguan ini tidak mungkin terjadi.
2.3.2.2  Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa. Misalnya, anak yang ditolak oleh orang tuanya menjadi lebih rentan terhadap tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan orang-orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
2.3.2.3  Penyebab Pencetus (precipitating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa tau mencetuskan gejala gangguan jiwa. Misalnya, kehilangan harta benda yang berharga, menghadapi kematian anggota keluarga, menghadapi masalah sekolah, mengalami kecelakaan hingga cacat, kehilangan pekerjaan, perceraian, atau menderita penyakit berat.
2.3.2.4  Penyebab yang menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya, perhatian yang berlebihan pada seorang wanita yang sedang dirawat dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggung jawab atas dirinya dan menunda kesembuhan.
2.3.2.5  Sirkulasi faktor-faktor penyebab (multiple cause)
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan faktor penyebab yang lain.


2.4  Kerangka Teoritis
Kerangka teori penelitian ini didasarkan pada pendapat Mubarak, dkk (2006) yang menyebutkan peranan keluarga dalam perawatan pasien yang terdiri atas; mengenal masalah kesehatan keluarga, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan, mempertahankan suasana rumah yang sehat dan menggunakan fasilitas kesehatan.
Selanjutnya teori yang dikemukakan oleh Friedman (dalam Sudiharto, 2007) yang menyebutkan peranan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan primer, sekunder dan integrative.

0 Response to "Konsep Keluarga"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel