Tinjauan Tentang Penanaman Akhlak
Tinjauan
Tentang Penanaman Akhlak
Akhlak merupakan gambaran
kepribadian manusia, Rasullah SAW mengatakan bahwa pada awalnya, manusia di
lahirkan dalam keadaan fitrah, bergantung pada orang tuanya, lingkunganya
apakah manusia itu akan di yahudikan, di nasranikan atau di majusikan . dengan
demikian, pengaruh lingkungan sangat kuat dalam membentuk akhlak manusia yang
awalnya netral, orang tua sebagai model pertama yang langsung di tiru oleh
anaknya seluruh perilaku orang tua akan membentuk tindakan imigratif dari sang
anak.[1]
Dengan
berakhlak, manusia memiliki pengerak utama bagi kesadarannya, yaitu kesadaran
yang membangkitkan seluruh pusat potensi kreativitas manusia. Pembentukan
akhlak manusia dalam kesadaranya di
tumpang oleh potensi akal atau rasio yang menggerakkan eleksitas perbuatan
perbuatan baik atau buruk.[2]
Cara yang di tempuh untuk penanaman akhlak adalah
pembiasaan yang di lakukan sejak kecil
dan berlangsung secara kuntinyu. Imam Ghazali mengatakan bahwa kepribadian
manusia itu ada dasarnya dapat di terima segala usaha pembentukan melalui
pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang
jahat. Untuk ini imam Ghazali menganjurkan agar akhlak di ajarkan yaitu dengan
cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau
tingkah yang mulia jika seorang
menghendaki menjadi pemuarah maka ia harus membiasakan dirinya
mengerjakan pekerjaan yang bersifat pemurah, sehingga murah hati dan murah
tangan itu menjadi tabiat atau akhlak yang sangat baik.[3]
Selain itu penanaman
akhlak dapat pula di tempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebgai
yang banyak kekurangan dari pada kelebihannya. Dalam hal ini Ibnu Sina
mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia
lebih dahulu mengetahui dan cacat yang ada pada dirinya, dan mengatasi sejauh
mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud
dalam kenyataan. Penanaman akhlak dapat pula dilakukan dengan memperhatikan
faktor kejiwaannya. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan
manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak
misalnya lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain.
Untuk itu ajaran akhlak dapat dijadikan dalam bentuk permainan.[4]
Selain itu ajaran Islam memberi petunjuk yang lengkap kepada orang tua
dalam penanaman akhlak. Petunjuk tersebut misalnya dimulai dengan cara mencari
calon dan pasangan hidup yang beragam, banyak beribadah pada saat seorang ibu
mengandung anaknya, mengazani pada telinga kanan dan mengiqamati pada telinga kiri
pada saat anak tersebut dilahirkan, mengajarkan Al-Qur`an, mengajarkan cara
shalat lima waktu dan lain-lain. Hal ini memberi petunjuk tentang perlunya
pendidikan keagamaan sebelum anak mendapat pendidikan lainnya. Jika pendidikan
diatas terkanannya lebih pada bidang akhlak dan kepribadian muslim maka untuk
pendidikan bidang intelektual dan keterampilan dilakukan disekolah dan
lingkungannya. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi penanaman akhlak anak
ada dua, yaitu :
1)
Faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati yang dibawa
anak dari sejak lahir.
2) Faktor dari luar yaitu orang tuanya, guru disekolah dan tokoh-tokoh
serta pemimpin dimasyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga
tersebut, maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan), dan
psikomotorik (pengamalan) maka akhlak yang diajarkan dan pendidikan lain akan
terbentuk pada sianak.[5]
Peniruan perilaku dari manusia sebagai individu pada lingkungan luarnya
terdapat dalam keluarga maupun masyarakat dan kebudayaan merupakan salah satu
cara manusia untuk bertahan hidup dengan cara melakukan tingkah laku yang
adaptable dengan lingkungan sekitarnya.[6]
4. Pengertian siswa atau peserta
didik
Peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan
bimbingan orang lain, untuk membantu mengarahkan dan mengembangkan potensi
menuju kedewasaan. Dalam hal ini, Syaiful Bahri juga berpendapat bahwa anak
didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seorang atau sekelompok
orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik bukan binatang, tetapi
dia adalah manusia yang mempunyai akal. Sementara itu Abu Ahmadi menjelaskan bahwa peserta didik
disebut anak didik atau terdidik yang terdiri dari para individu, dan
membaginya berdasarkan tahap perkembangan dan umur, menurut dan tingkat
kemampuan.[7]
Untuk memamhami hakikat atau siapa sebenarnya peserta didik itu, kita
mulai dari ketentuan undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[8]
Ciri-ciri peserta didik adalah sebagai berikut :
a.
Peserta didik dalam keadaan sedang berdaya untuk menggunakan
kemampuan-kemampuan dan sebagainya.
b.
Mempunyai keinginan untuk berkembang ke arah dewasa
c.
Mempunyai latar belakang yang berbeda
d.
Melakukan penjelajahan terhadap alat sekitarnya dengan potensi-potensi
dasar yang dimilikinya.
Menurut Sutari Imam Barnadid, peserta didik adalah
orang yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung
jawab pendidik (guru)
b.
Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya sehingga masih
menjadi tanggung jawab pendidik.
c.
Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara
terpadu. [9]
Peserta didik merupakan kesatuan dari berbagai
karakteristik yang terpadu didalam diri nya. Mengenai didik guru harus mengetahui dan mendalami
berbagai karakteristik yang ada di dalam diri peserta didiknya secara
menyeluruh. Peserta didik
SD sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual / melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual
atau kemampuan kognitategiif seperti membaca, menulis, menghitung dan lain-lain. Untuk itu ,guru disekolah seharusnya
menyelenggarakan pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik berpikir, seperti dengan menerapkan strategi pembelajaran
inkuiri, peningkatan berpikir dan lain lain. Perkembangan intelektual peserta
didik sangat bergantung pada berbagai faktor utama antara lain kesehatan gizi, kebugaran
jasmani, pergaualan
dan pembinaan orang tua maupun guru. [10]
Proses pembelajaran yang di selenggarakan guru
secara umum bertujuan untuk mewujudkan perubahan prilaku peserta didik agar
lebih baik dan berkembang. pelaksanana proses pembelajaran itu sendiri sebenarnya melibatkan seluruh potensi peserta
didik. Mengingat begitu pentingnya mengembangakan potensi
peserta didik maka guru perlu mencarai strategi pembelajaran yang tepat untuk
dapat memfasiltasi dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik dengan
maksimal, karena
potensi yang di milki peserta didik tidak hanya sebatas kemampuan intelegence, tetapi ada potensi lain seperti bakat, motifasi dan lain lain.[11]
Peserta didik hendaknya berupaya memiliki akhlak mulia, baik secara vertikal maupun horizointal dan
senantiasa mengembangkan potensi yang di milikinya dengan seperangkat ilmu
pengetahuan, sebagai
seorang peserta didik yang berupaya
mencari ilmu pengetahuan dan membentuk sikap dengan akhlak mulia. Maka, menurut HAMKA peserta didik di tuntuk bersikap baik pada setiap guru. sikap tersebut meliputi:
a.
jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu.
b. jangan lalai dalam menuntut ilmu dan cepat merasa puas terhadap ilmu yang sudah diperoleh.
c.
mempererat hubungan baik dengan
guru dan senantiasa hadir dalam majlis/ilmiahnya
d.
berbuat baik terhadap guru dan orang tua
e.
ikuti intruksi guru dalam setiap
proses belajar mengajar dengan khusyuk dan
tekun.[12]
[1]Beni Ahmad Soebani, Ilmu Akhlak..., h.
169.
[2]Beni Ahmad Soebani, Ilmu Akhlak..., h.
226.
[3]Ahmad Mustafa, Akhlak
Tasawuf...,
h. 162.
[4]Ahmad Mustafa, Akhlak Tasawuf..., h. 162.
[5]Ahmad Mustafa, Akhlak Tasawuf...,
h. 168-169.
[6]Beni Ahmad Soebani, Ilmu Akhlak..., h .
74.
[7]Saifullah, Nalar
Pendidikan Islam..., h. 113.
[8]Dirman
dan Cicih Juarsih, Karakteristik Peserta
Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 5.
[9]Dirman
dan Cicih Juarsih, Karakteristik Peserta
Didik..., h. 14.
[10]Dirman dan Cicih Juarsih, Karakteristik Peserta Didik..., h. 29-30.
[11]Dirman dan Cicih Juarsih, Pengembangan potensi peserta didik, (Jakarta: Ineka Cipta, 2014), h. 55.
[10]Dirman dan Cicih Juarsih, Karakteristik Peserta Didik..., h. 29-30.
[11]Dirman dan Cicih Juarsih, Pengembangan potensi peserta didik, (Jakarta: Ineka Cipta, 2014), h. 55.
47 Dirman
dan Cicih Juarsih, Pengembangan
potensi peserta didik, (Jakarta: Ineka Cipta,
2014), h. 55-56.
47 Saifullah, nalar pendidikan..., h. 116.