makalah metode dakwah walisongo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Al-Qur’an Allah Swt telah memberikan tuntunan da‘wah yang baik dan benar. Selaras dengan apa yang telah Allah perintahkan tersebut, Rasulullah Muhammad Saw telah memberikan contoh dan gambaran kepada umatnya bagaimana cara berdakwah yang baik dan benar serta praktis, memperlihatkan suri teladan yang baik hingga orang-orang yang yang diserukan kepada menyembah Allah, yang ditanamakan didalam hatinya akidah yang kuat akan mempunyai keyakinan yang kuat pula terhadap kebenaran ajaran Islam.
Di Nusantara, menurut literatur yang beredar dan menjadi arus besar sejarah, masuknya Islam ke Indonesia selalu diidentikkan dengan penyebaran agama oleh orang Arab, Persia, ataupun Gujarat. Namun ada penemuan lain dimana yang ditulis oleh Slamet Mulyana ini berhasil memberikan satu warna lain, yaitu bahwa Islam di Nusantara tidak hanya berasal dari wilayah India dan Timur Tengah, akan tetapi juga dari Cina, tepatnya Yunan. Dipaparkan bermula dalam pergaulan dagang antara muslim Yunan dengan penduduk Nusantara. Pada kesempatan itu terjadilah asimilasi budaya lokal dan agama Islam yang salah satunya berasal dari daratan Cina. Di awali saat armada Tiangkok Dinasti Ming yang pertama kali masuk Nusantara melalui Palembang tahun 1407. Saat itu mereka mengusir perampok-perampok dari Hokkian Cina yang telah lama bersarang disana. Kemudian Laksamana Cheng Ho membentuk kerajaan Islam di Palembang. Kendati Kerajaan Islam di Palembnag terbentuk lebih dahulu, namun dalam perjalanannya sejarah Kerajaan Islam Demaklah yang lebih dikenal
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang Metode Dakwah Walisongo !
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Dakwah Walisongo
Sampai dengan abad ke-8 H/14 M, belum ada pengislaman penduduk Pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H/14 M, Penduduk Pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya Penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam, seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cerbon serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra-Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha di Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The preaching of Islam mengatakan bahwa, kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Protugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkan sebagai Rahmatan lil‘alamin.
Sementara itu, dalam sejarah penyebaran agama Islam terutama dipulau Jawa banyak ditemuakan literatur bahwa pada masa awal, da‘i sebagai penyebar agama Islam banyak dipegang perananya oleh Para “Wali Sembilan” yang lebih dikenal dengan “Walisongo”. Walisongo merupakan suatu Dewan Da‘wah di Kesultanan Demak pada abad ke-15 sampai 16 M. Angka Sanga merupakan angka Sembilan yang dianggap “Keramat” bagi orang Jawa. Dan memudahkan bagi Dewan dalam mengambil sebuah fatwa apabila terjadi voting. Adapun Walisongo tersebut yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.
Metode yang dikembangkan oleh para Wali dalam gerakan da‘wahnya adalah lebih banyak melalui media kesenian budaya setempat disamping melaui jalur sosial ekonomi. Sebagai contoh adalah dengan media kesenian wayang dan tembang-tembang Jawa yang dimodifikasi dan disesuaikan oleh para Wali dengan konteks da‘wah. Dalam menetapkan sasaran mad‘u nya para wali songo terlebih dahulu melakukan perencanaan dan perhitungan yang akurat diimbangi dengan pertimbangan yang rasional dan strategis yakni dengan mempertimbangkan faktor geostrategis yang disesuaikan dengan kondisi mad‘u yang akan dihadapinya. Sehingga hasil yang dicapainya pun akan maksimal.
Proses Islamisasi di pulau Jawa berjalan dengan aman dan damai, tanpa ada pergolakan serta kegoncangan psikologis dan sosial. Hal ini disebabkan para Wali lebih menggunakan pendekatan kultural, yang serat dengan simbol-simbol kebudayaan lokal, seperti wayang dan gemelan. Akultrasi kebudayaan yang dipelapori Walisongo dilanjutkan oleh para juru da‘wah berikutnya, sehingga pengamalan dan praktek Islam di Jawa terasa amat khas. Agama dan budaya berjalan secara selaras, serasi, dan seimbang.
Dari metode-metode da‘wah para wali diatas, dapat dinyatakan bahwa para Wali yang dalam usahanya mengislamkan masyarakat Jawa ialah dengan berusaha mengubah hal-hal lama yang tidak bersesuaian dengan Islam dengan melalui pendekatan budaya. Dalam hal ini H.J.Benda menegaskan bahwa bila agama Islam yang berasal dari Timur Tengah diterapkan ajaran aslinya di Nusantara (Islam Fiqh), mungkin tidak akan mendapatkan tempat untuk memasuki pulau-pulau Indonesia, lebih-lebih pulau Jawa.
Ini merupakan cara bagi para Wali dalam memasukkan unsur-unsur keislaman kepada masyarakat Jawa yang pada saat itu sudah memiliki kepercayaan selain kepada Islam, dan dengan cara seperti ini pula Para Wali mampu menorehkan tinta emas dalam menyebarkan agama Islam, yang sampai saat ini masih tetap berkibar di Bumi Nusantara. Dan secara lebih spesifiknya pengembangan da‘wah yang dilakukan oleh Sembilan Wali dapat kita analisis sebagai berikut:
1. Maulana Malik Ibrahim
Nama lain dari Maulana Malik Ibrahim adalah Maulana Magribi, dan Maulana Ibrahim. Terjadi perbedaan pendapat mengenai asal mula dari Maulana Malik Ibrahim ini. Menurut tradisi atau babad Jawa, beliau adalah seorang Ulama dari Tanah Arab, keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad. Sementara itu, Hamka menulis bahwa beliau ini berasal dari Kasyan, Persia, dan seorang bangsa Arab keturunan Rasulullah yang datang ke Jawa sebagai penyebar agama Islam. Adapun pola pengembangan da‘wah yang beliau lakukan adalah sebagai berikut:
Ø Bergaul dengan Para Remaja. analisis yang sederhana bahwa dengan berinteraksi dengan para remaja akan membuat Malik Ibrahim mengerti akan karakter para remaja tersebut dan tentunya memudahkan beliau dalam menyebarkan agama karena sudah paham bagaimana cara menyampaikan kebenaran ajaran Islam kepada mereka tersebut.
Ø Membuka pendidikan pesantren. Dimana anak-anak yang ingin mendalami pengetahuan agama akan di didik yang pada selanjutnya akan dipersiapkan sebagai kader Da‘i yang bisa terjun kedalam masyarakat bahkan bisa membangun pondok-pondok pesantren dalam hal mengabdikan ilmunya kepada masyarakat. Dan pada selanjutnya pula dari pondok-pondok tersebut akan kembali lahir para Da‘i handal. Dan begitulah seterusnya hingga estapet perjalanan tersebut akan terus berlanjut hingga saat ini.
2. Sunan Ampel
Gelar sunan Ampel adalah Raden Rahmat, sedangkan nama mudanya adalah Ahmad Rahmatullah. Beliau adalah Putra dari Ibrahim Asmoro-Kandi seorang Ulama Kamboja yang kemudian menikah dengan Putri Majapahit. Beliau adalah orang yang mempelapori pendirian Mesjid Agung Demak. Mesjid tersebutlah yang kemudian dirancang sebagai sentral seluruh aktivitas pemerintah dan sosial kemasyarakat. Dan kemudian hari Mesjid inilah yang kemudian dikenal dengan Mesjidnya Para Wali.
Bila kita melihat sekilas dari apa yang telah dilakukan oleh Sunan Ampel, seyogyanya bersesuaian dengan apa yang dipraktekkan oleh Rasulullah ketika berada dimadinah yang menjadikan Mesjid sebagai tempat sentral pemerintahan dan sebagai tempat penyelesaian berbagai masalah ataupun sanketa. Dan selanjutnya Sunan Ampel juga menyiapkan dan melatih generasi-generasi Islam yang selanjutnya akan diutus ke berbagai wilayah lain.
3. Sunan Giri
Sunan giri adalah salah satu dari Wali Songo, yang bertugas menyiarkan agama Islam dikawasan Jawa Timur, tepatnya didaerah Gresik. Beliau hidup antara tahun 1365-1428 M. Ayahnya bernama Maulana Ishaq, berasal dari Pasai. Ibunya bernama Sekardadu, Putri Raja Blamblangan, Prabu Minaksembuyu. Nama kecil sunan giri adalah Jaka samudra. Masa kecilnya diasuh oleh janda kaya raya, Nyai Gedhe Pinatih. Menjelang dewasa Jaka Samudra berguru kepada Sunan Ampel. Jaka Samudra diberi gelar oleh Sunan Ampel dengan gelar Raden Paku. Adapun pola dakwah yang telah dikembangkan beliau adalah :
Ø Membina kader da‘i inti, yaitu mereka yang di didik di perguruan Giri.
Ø Mengembangkan Islam keluar pulau Jawa. Pola da‘wah yang dikembangkannya dan tidak dilakukan oleh wali-wali sebelumnya adalah usahanya mengirim anak muridnya ke pelosok-pelosok Indonesia untuk menyiarkan Islam, misalnya Pulau Madura, Bawean, Kangean, bahkan sampai ke Ternate dan Huraku yakni Kepulauan Maluku.
Ø Menyelenggarakan Pendidikan bagi masyarakat secara luas, yaitu dengan mewujudkan gemelan saketan, kesenian wayang kulit yang sarat berisikan ajaran Islam, merintis permainan-permainan anak yang berisikan ajaran Islam, serta mengarang lagu-lagu Jawa yang disisipi dengan ajaran Islam.
4. Sunan Kudus
Nama lain dari sunan kudus adalah Ja’far Shadiq, Raden Undung atau Raden Untung, dan Raden Amir Haji. Sunan kudus terkenal sebagai ulama yang besar yang menguasai Ilmu Hadist, Ilmu Tafsir Al-Qur’an, Ilmu Sastra, Mantik dan terutama sekali Ilmu Fikih. Dengan ketinggian ilmunya itulah, maka kemudian beliau dijuluki “Waliyul ‘Ilmi: yang artinya Wali yang menjadi gudang ilmu.
Beliau adalah seorang pujuangga besar yang memiliki kreativitas yang mampu mengarang dongeng-dongeng pondok yang besifat dan berjiwa seni Islam. Dan dengan kreativitas yang dimiliki beliau tersebut. Beliau mampu membaur dengan masyarakat, meleburkan diri dengan budaya setempat dan mampu menarik simpati masa yang pada selanjutnya ini dimanfaatkan untuk syiar da‘wah Islam.
5. Sunan Bonang
Sunan Bonang mendapat julukan nama Prabu Nyakrokusumo. Namun ketika remaja Sunan Bonang memiliki nama Maulana Makhdum Ibrahim. Beliau adalah Putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Program da‘wah yang dilakukanya adalah :
Ø Pemberdayaan dan peningkatan jumlah dan mutu kader da‘i.
Ø Memasukkan pengaruh Islam kedalam kalangan bangsawan karaton Majapahit.
Ø Terjun langsung ketengah-tengah masyarakat. Dalam berinteraksi dengan masyarakat tersebut beliau menciptakan gending-gending atau tembang-tembang jawa yang serat dengan misi pendidkan dan da‘wah.
Ø Melakukan kondifikasi atau pembukuan da‘wah. Kodifikasi pesan da‘wahatau ajaranya dilakukan oleh murid-muridnya. Kitab ini ada yang berbentuk puisi maupun prosa. Kitab inilah yang kemudian dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
6. Sunan Drajad
Nama asli dari Sunan Drajad adalah Syarifuddin Hasyim, merupakan Putra dari Sunan Ampel. Dalam kehidupan sehari-harinya beliau dikenal sebagai Waliyullah yang bersifat sosial, dimana dalam menjalankan aktivitas da‘wahnya beliau tidak segan-segan untuk menolong masyarakat bawah serta memperbaiki kehidupan sosialnya. Adapun polada‘wah yang dikembangkan beliau adalah :
Ø Mendirikan pusat-pusat pos bantuan.
Ø Membuat kampung-kampung percontohan.
Ø Menanamkan ajaran kolektivisme, yaitu ajaran untuk bergotong royang.
Ø Di bidang kesenian beliau menciptakan tembang-tembang jawa, yaitu pangkur.
Disini kita bisa melihat bahwa Sunan Drajad dalam menjalankan da‘wahnyamengutamakan prinsip sosial kemasyarakatan dan dengan ini pula beliau dapat membangun rasa saling butuh dan saling tolong menolong dalam masyarakat tersebut hingga tidak ada masyarakat yang merasa kesusahan, dan dengan ini juga masyarakat tersebut akan lebih mudah ditanamkan rasa keimanan yang kuat, yang selalu melaksanakan perintah dan ajaran agama.
7. Sunan Gunug Jati
Sunan Gunung Jati atau nama lengkapnya adalah Syarif Hidayatullah Putra dari Syarif Abdullah dan Nyai larasantang. Sunan gunug jati atau Fathillah selain seorang da‘ijuga dikenal sebagai pahlawan bangsa yang gigih melawan penjajahan. Dalam mempertahankan daerah teritorialnya adalah dengan mengintegrasikan dari ancaman penjajah. Beliau berhasil mematahkan kekuasaan Protugis pada tanggal 22 juni 1527, yang kemudian menggantikan Sunda Kelapa dengan Jayakarta (kemenangan yang paripurna).
Strategi metode pengembangan da‘wah yang dilakukan Sunan Gunung Jati lebih terfokus pada job description atau pembagian tugas diantaranya:
Ø Melakukan pembinaan intern kesultanan dan rakyat yang masuk dalam wilayah Demak ditangan Wali senior. Dengan program utamanya adalah masyarakat Jawa Timur danJawa Tengah harus segera diislamkan sebab mereka merupakan kekuatan pokok. SunanGunung Jati mengorientasikan da‘wahnya pada pertahanan di Jawa bagian Barat dari ekspansi Asing.
Ø Melakukan pembinaan terhadap luar daerah dengan menyerahkan tanggung jawabnya kepada para pemuda.
8. Sunan Kalijaga
Salah satu Wali yang sangat terkenal bagi orang jawa adalah Sunan Kalijaga. Ketenaran Wali ini adalah karena ia seorang ulama yang sakti dan cerdas. Ia juga seorang politikus yang “mengasuh” para raja beberapa kerajaan Islam. Selain itu sunan kalijaga juga dikenal sebagai budayawan yang santun dan seniman wayang yang hebat.
Pola da‘wah yang telah dikembangkannya adalah:
Ø Mendirikan pusat pendidikan di Kadilengu.
Ø Berdakwah lewat kesenian.
Ø Memasukkan hikayat-hikayat Islam ke dalam permainan wayang. Dan beliau ini merupakan pencipta wayang kulit dan pengarang buku-buku wayang yang mengandung cerita dramatis dan berjiwa Islam.
9. Sunan Muria
Nama lain dari Sunan Muria adalah Raden Prowoto, Raden Umar Syahid. Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dan dewi saroh. Beliau merupakan seorang sufi atau ahli thasawuf.
Seperti dengan wali-wali sebelumnya pola da‘wah yang beliau kembangkan banyak yang serat dengan ajaran Islam yang berbentuk seni. Adapun pola da‘wah yang dikembangkan oleh Sunan Muria adalah:
Ø Menjadikan daerah pelosok-pelosok pengunungan sebagai pusat kegiatan da‘wah.
Ø Berdakwah melalui jalur kesenian. Dengan menciptakan sinom, kinanti, dan sebagainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
Metode Dakwah Walisongo
1. Maulana malik Ibrahim
Ø Bergaul dengan para remaja.
Ø Membuka pendidikan pesantren.
2. Sunan Ampel:
Ø Menyerukan perjuangan Malik Ibrahim.
Ø Mendirikan masjid Ampel sebagai sarana ibadah bagi umat yang sudah memeluk agama Islam.
Ø Menyiapkan kader0kader yang bisa diandalkan.
Ø Mempererat hubungan dengan anak negeri (pribumi)
Ø Memelopori pendirian mesjid Demak.
Ø Mengutus beberapa orang kepercayaanya untuk berdakwah ke wilayah lain
3. Sunan Bonang
Ø Peningkatan jumlah dan mutu kader dai.
Ø Terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat.
Ø Berusaha mengurangi takhayaul.
Ø Kodifikasi dakwah.
4. Sunan Giri
Ø Membina kader dai inti.
Ø Mengembangkan Islam keluar jawa.
Ø Menyelenggarakan pendidikan bagi masayarakat luas.
5. Sunan Drajat.
Ø Mendirikan pusat-pusat atau pos-pos bantuan yang diatur sedemikian rupa.
Ø Membuat kampong-kampung percontohan.
6. Sunan Kalijaga
Ø Berdakwah lewat kesenian.
Ø Mendirikan pusat pendidikan di kadilangu.
7. Sunan Kudus.
Ø Berdakwah lewat kesenian,
Ø Mendirikan masjid Kudus.
8. Sunan Muria:
Ø Berdakwah lewat kesenian.
Ø Menjadikan daerah-daerah pegunungan sebagai pusat kegiatan dakwah.
9. Sunan Gunung Djati
Ø Pembinaan intern kesultanan dan rakyat yang masuk wilayah Demak ditangani para wali senior.
Ø Pembinaan di luar daerah diserahkan kepada para pemuda
DAFTAR PUSTAKA
Benda, H.J. 1975."Kontinuitas dan Perubahan dalam Islam di Indonesia,"dalamTaufik Abdullah (Ed.) Islam di Indonesia, JakartA: Tintamas.
Illahi, Wahyu dan Harjani Hefni. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Bandung: Kencana.
Sutrisno, Budiono Hadi. 2007. Sejarah Wali Songo. Yogjakarta: Media Pustaka.
0 Response to "makalah metode dakwah walisongo"
Post a Comment